Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Tergiur Harga Kopi, Jual Beli Lahan di Kawasan TNBBS Lampung Barat Terus Terjadi, Siapa Dalangnya?
Lampungpro.co, 25-Jun-2025

Amiruddin Sormin 522

Share

Citra tutupan hutan tahun 2000 vs 2024 di kawasan TNBBS Lampung Barat, disertai overlay kebun kopi hasil perambahan (dokumentasi tim investigasi)

SEKINCAU (Lampungpro.co): Praktik jual beli lahan secara ilegal di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di Kabupaten Lampung Barat terus berlangsung secara terselubung. Di balik kebun-kebun kopi yang menjamur hingga ke jantung kawasan konservasi, tersimpan aktivitas perambahan sistematis yang melibatkan lebih dari sekadar petani kecil.

Dari penelusuran Lampungpro.co di Kecamatan Sekincau dan Suoh, sejumlah petani mengaku membeli lahan di kawasan TNBBS melalui perantara dengan harga antara Rp3 juta hingga Rp10 juta per hektare, tergantung akses dan tingkat kemiringan lahan. Transaksi berlangsung tanpa sertifikat, hanya berbekal kwitansi dan saksi masyarakat adat atau tokoh informal.

“Biasanya ada orang dalam kampung yang jadi penghubung. Kalau cocok, tinggal bikin surat pernyataan bermaterai, nanti bisa mulai buka lahan,” ujar seorang warga Suoh yang enggan disebutkan namanya.

Data Balai Besar TNBBS mencatat, hingga akhir 2024, lebih dari 28.000 hektare kawasan hutan TNBBS di wilayah Lampung telah dirambah, dengan sekitar 21.000 hektare di antaranya ditanami kopi. Di wilayah Lampung Barat saja, diperkirakan terdapat lebih dari 13.000 perambah, tersebar di zona perbatasan Sekincau, Suoh, Bandar Negeri Suoh, dan Way Tenong.

Perubahan besar-besaran ini mulai terjadi sejak 2004–2005, ketika harga kopi robusta global melonjak, mendorong banyak pendatang masuk ke kawasan TNBBS untuk membuka lahan baru. Lonjakan harga kopi lokal pada periode 2021–2023 yang menembus Rp30.000 per kilogram juga mendorong gelombang baru transaksi gelap lahan di hutan konservasi.

“Dulu harga kopi cuma Rp15 ribu, sekarang bisa lima kali lipat. Jadi banyak orang tergiur beli lahan meski tahu itu kawasan taman nasional,” kata seorang pengepul kopi di Sekincau.

Jaringan Transaksi Ilegal Melibatkan Oknum

Praktik ini diyakini bukan sekadar inisiatif individu. Informasi dari lapangan menyebutkan adanya keterlibatan oknum aparat desa, tokoh adat, dan calo lahan yang memberi legitimasi sosial atas kepemilikan ilegal tersebut. Bahkan beberapa pemilik kebun berasal dari luar daerah, termasuk bandar kopi dan investor kecil-kecilan.

Balai Besar TNBBS telah berulang kali melakukan operasi pengawasan dan penertiban. Namun luasnya kawasan yang mencapai 356.000 hektare, terbatasnya personel, serta tekanan sosial dari masyarakat sekitar membuat pengendalian tidak maksimal.

“Kalau hanya menyasar petani, tidak akan selesai. Harus dibongkar jaringannya, mulai dari calo lahan sampai pihak yang menampung hasil panennya,” kata seorang pegiat lingkungan di Liwa.

Citra satelit dari tahun 2000 hingga 2024 menunjukkan penurunan signifikan tutupan hutan primer di wilayah Lampung Barat bagian barat daya. Kawasan Suoh dan Sekincau yang sebelumnya menjadi koridor alami gajah dan harimau Sumatera, kini berubah menjadi petak-petak kebun kopi.

Kondisi ini mengancam ekosistem kritis yang menjadi rumah satwa langka seperti harimau sumatera, gajah sumatera, dan badak sumatera. Jika tidak ada tindakan tegas, kawasan TNBBS akan kehilangan fungsinya sebagai benteng konservasi terakhir di selatan Sumatera. (***)

Editor: Amiruddin Sormin

Laporan: Tim Investigasi Lampungpro.co

#

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya
Setelah Dilantik 20 Februari Lalu, Apakah Keluhan...

Kawan, jangan lupakan jalan pulang: jalan rakyat yang dulu...

404


Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved