BANDAR LAMPUNG (Lampungpro.com): Fenomena likuefaksi belakangan ini banyak dibicarakan masyarakat setelah terjadi dan menenggelamkan sebuah permukiman di Palu, pasca-gempa bermagnitudo 7,4 akhir September lalu. Berbagai spekulasi muncul sebagai penjelasan atas terjadinya bencana alam yang belum terlalu familiar di telinga masyarakat ini.
Ahli Geologi Institut Teknologi Bandung ( ITB), Imam Achmad Sadisun, menjelaskan faktor yang menyebabkan tanah bergerak dan mengeluarkan material yang kemudian kita kenal dengan istilah likuefaksi. Dikutip dari artikel di laman resmi ITB, Imam menjelaskan, fenomena likuefaksi merupakan perubahan karakter material padat (solid) menjadi seperti cairan (liquid) sebagai akibat dari adanya guncangan besar.
Guncangan berkekuatan tinggi yang terjadi secara tiba-tiba di tanah dengan dominasi pasir yang sudah mengalami jenuh air, atau tidak lagi bisa menampung air. Ini menyebabkan tekanan air pori naik, melebihi kekuatan gesekan tanah yang ada. "Proses itulah yang menyebabkan likuefaksi terbentuk dan material pasir penyusun tanah menjadi seakan melayang di antara air," kata Imam.
Apabila posisi tanah terletak di lahan miring, tanah dapat bergerak menuju bagian bawah karena tertarik gaya gravitasi. Pergerakan inilah yang menjadikan tanah seolah-olah terlihat "berjalan", berpindah dari tempat semula ke tempat yang baru. Pergerakan ini membawa serta segala benda dan bangunan yang ada di atasnya, misalnya rumah, pohon, tiang listrik, dan sebagainya. "Secara lebih spesifik, kejadian ini disebut sebagai aliran akibat likuefaksi atau flow liquefaction," ujar dia.
Namun, apabila kekuatan tekanan air pori tidak melampaui kekuatan gesek tanah, efek dari likuefaksi hanya sebatas retakan-retakan yang memunculkan air dengan membawa material pasir. Likuefaksi ini terjadi di Lombok pasca-gempa kemarin, menyebabkan terjadinya retakan di permukaan dan sumur yang tiba-tiba terisi pasir. Efek ini disebut sebagai cyclic mobility.
Dapat diperhitungkan Imam menyebut, potensi likuefaksi dapat diidentifikasi bahkan memungkinkan untuk dihitung. Secara umum likuefaksi terjadi di wilayah rawan gempa dengan muka air tanah dangkal dan kondisi tanahnya kurang terkonsolodasi. Pada umumnya, likuefaksi terjadi apabila terdapat gempa berkekuatan lebih dari magnitudo 5 di kedalaman kategori dangkal.
Material tanah yang terlikuifaksi berada di bawah muka air tanah dengan kedalaman sekitar 20 meter atau lebih, tergantung persebaran tanah di suatu wilayah. Meminimalisasi ancaman Untuk meminimalisasi terjadinya likuifaksi dapat dilakukan dengan berbagai upaya rekayasa pengerasan atau pemadatan material tanah.
Misalnya, dengan mencampurkan semen (soil mixing), injeksi semen (grouting), membuat pondasi dalam sampai tanah keras, dan sebagainya. "Namun kendalanya adalah dari biaya yang tinggi. Untuk rumah biasa seperti itu sulit, tapi untuk bangunan yang tinggi (upaya) itu harus," kata Imam. (***/PRO3)
#Berikan Komentar
Kawan, jangan lupakan jalan pulang: jalan rakyat yang dulu...
1967
Tulang Bawang
442
Tulang Bawang
448
AGROBISNIS
380
Lampung Selatan
1549
Bandar Lampung
1087
442
27-Jun-2025
448
27-Jun-2025
380
27-Jun-2025
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia