KRUI (Lampungpro.co): World Surf League (WSL) Krui Pro 2025 yang berlangsung 11-17 Juni 2025,;resmi ditutup, Selasa (17/6/2025). Ajang selancar dunia yang diikuti 17 negara dan 309 peselancar ini sukses dari sisi penyelenggaraan dan sorotan dunia tertuju pada ombak Ujung Bocur, Kabupaten Pesisir Barat. Lampung.
Namun di balik kemegahan arena dan euforia ribuan penonton, muncul pertanyaan mendasar yang terus menggema tiap tahun: Kapan ada peselancar asal Lampung yang juara?
Sejak pertama kali digelar pada 2017, Krui Pro telah menjelma menjadi salah satu ajang selancar paling bergengsi di Asia, bahkan dunia. Pantai-pantai di Pesisir Barat seperti Tanjung Setia, Ujung Bocur, Mandiri, dan Way Jambu dipuji karena kualitas ombaknya yang sempurna—bahkan disebut setara dengan Hawaii dan Gold Coast Australia. Namun hingga 2025 ini, belum ada satu pun atlet selancar asal Lampung yang mampu menembus babak final, apalagi naik podium.
Peselancar Lokal, Penonton di Rumah Sendiri
Tercatat, beberapa peselancar muda Lampung sempat turun di babak penyisihan pada beberapa edisi Krui Pro, termasuk pada 2018 dan 2019. Namun langkah mereka selalu terhenti di fase awal. Minimnya pengalaman internasional, terbatasnya pembinaan, dan perbedaan level kompetisi jadi alasan utama.
Bandingkan dengan Jepang dan Australia yang secara konsisten menyuplai atlet elite ke panggung dunia. Bahkan tahun ini, dua peselancar muda Jepang, Ikko Watanabe dan Mirai Ikeda, menyapu bersih gelar Pro Junior. Sementara dari Indonesia, hanya nama-nama dari Bali dan Sumbawa seperti Westen Hirst dan Jasmine Studer yang mampu menembus final, meski belum juara.
Pembinaan Masih Kosmetik
Lampung memiliki modal alam luar biasa, tapi nyaris tak memiliki sistem pembinaan yang terstruktur untuk mencetak peselancar kelas dunia. Tak ada sekolah selancar resmi, minim pelatih bersertifikat, dan dukungan anggaran olahraga masih berkutat di cabang-cabang konvensional seperti sepak bola dan voli. Surfing justru tumbuh lewat komunitas-komunitas lokal di sekitar Krui yang berjuang secara swadaya.
Ironisnya, banyak anak-anak pesisir yang lahir dan besar di tepi ombak terbaik dunia, namun tak pernah disentuh program pembinaan yang serius dari pemerintah daerah atau KONI. Jika ini terus berlangsung, maka Krui hanya akan menjadi panggung milik orang lain, sementara putra daerah hanya jadi penonton di rumah sendiri.
Apakah Lampung Selamanya Cuma Tuan Rumah?
Pertanyaan ini semakin relevan di tengah suksesnya event demi event Krui Pro. Pemerintah terus memoles pariwisata, tapi melupakan pengembangan atlet lokal. Padahal, satu peselancar Lampung yang tembus level dunia bisa menjadi ikon kebanggaan daerah, sekaligus memperkuat branding Krui di mata internasional.
Sudah saatnya Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Lampung, KONI, dan pemkab Pesisir Barat duduk bersama komunitas surfing lokal untuk membentuk ekosistem pembinaan: mulai dari pembibitan usia dini, pelatihan berkelanjutan, hingga kompetisi regional reguler. Lampung tak kekurangan ombak—yang kurang hanya kemauan politik dan visi jangka panjang.
WSL Krui Pro 2025 memang sukses sebagai ajang. Tapi kesuksesan sejati bukan sekadar jadi tuan rumah, melainkan menjadi pemain utama. Saat atlet-atlet dunia berdiri di podium Krui, masyarakat Lampung patut bertanya: Di mana putra-putri daerah kita?
Kalau bukan sekarang mulai membina, sampai kapan Krui hanya jadi panggung yang menonton orang lain juara? (***)
Editor Amiruddin Sormin
Berikan Komentar
Bandar Lampung tak kekurangan dana, tapi mungkin kekurangan visi....
1132
Kominfo Lampung
330
116
18-Jun-2025
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia