Cepat atau lambat episode demi episode perjalanan kasus politik uang (money politics) Pemilihan Gubernur (Pilgub) Lampung bakal berakhir. Terlepas siapa yang menang dan kalah dalam gugatan yang dilayangkan ke Sentra Penegakan Hukum (Gakumdu), sejarah akan mencatat betapa hebatnya rakyat Lampung.

Sejarah akan mencatat bahwa rakyat Lampung yang menangkap dan melaporkan dugaan money politics secara terstruktur, sistematis, dan massif (TSM), oleh pasangan calon gubernur/wakil gubernur Arinal Djunaidi-Chusnunia Chalim. Sejarah juga akan mencatat bahwa selama masa tenang Pilkada 24-26 Juni 2018 ribuan amplop berisi uang Rp50 ribu bukan ditangkap oleh aparat hukum, tapi oleh rakyat yang berani menolak uang tersebut.

Sebagai jurnalis yang puluhan tahun meliput peristiwa politik, baru kali ini saya melihat betapa beraninya masyarakat mengembalikan uang, meski saya yakin mereka butuh. Bukan hanya berani, risiko lain seperti dikucilkan dan diintimidasi juga diterima.

Bisa jadi, rakyat Lampung penolak uang tersebut seperti kisah burung hud-hud saat berhadapan dengan penguasa Raja Namrud yang memvonis hukuman bakar bagi Nabi Ibrahim as. Saat akan dibakar, seekor burung hud-hud membawakan Ibrahim air dengan paruhnya yang kecil.

Semua pun tertawa. Bagaimana mungkin air itu mampu memadamkan api yang akan membakar Ibrahim. Tapi burung hud-hud menjawab, Aku tahu air ini takkan mampu memadamkan api yang akan membakar Nabi Ibrahim. Tapi air ini kelak akan bersaksi di hadapan Tuhan, dimana aku berpihak."

Amplop berisi Rp50 ribu itulah setetes air yang diberikan rakyat Lampung untuk memadamkan konspirasi money politics Pilgub Lampung. Bisa jadi para konspirator di balik itu semua kini sedang tertawa, seperti menertawakan burung hud-hud yang membawa setetes air untuk Nabi Ibrahim.

Tapi sejarah telah mencatat. Ternyata, masih ada rakyat Lampung yang tak ingin demokrasi mati oleh politik uang.

Tabik puunnnn....

Amiruddin Sormin
Wartawan Utama