JAKARTA (Lampunpro.com): Aliansi Jurnalis Independen menilai peningkatan kesejahteraan jalan di tempat. Di sisi lain, pekerja media dituntut bertransformasi cepat dengan perkembangan teknologi. Perusahaan media tampak cenderung menuntut loyalitas tinggi tapi tak dibarengi dengan gaji yang layak.
"Jurnalis misalnya, di era media digital bekerja di lapangan melebihi standar waktu kerja selain harus menguasai seluruh aspek terkait platform digital alias berkemampuan multitaksing," kata Ketua AJI Suwarjono dalam siaran pers memperingati Hari Buruh Sedunia (May Day), yang diterima Lampungpro.com, Senin (1/5/2017).
Di tengah sejumlah perubahan penting itu, kata Suwarjono, pola hubungan industrial ketenagakerjaan belum semuanya adaptif dengan era digital. Misalnya masih banyak perusahaan media menerapkan praktek kerja kontrak waktu tertentu yang di beberapa media bisa berlaku menahun bahkan melebihi batas waktu maksimal (2 tahun) dalam ketentuan perundangan. Terkait dengan tuntutan jurnalis menguasai berbagai kemampuan media digital, juga belum sepenuhnya diikuti dengan peningkatan kesejahteraan jurnalis, pemberian fasilitas dan tunjangan yang memadai.
Selain itu, waktu kerja yang bertambah tak dibarengi dengan kompensasi. Ini juga berlaku pada perempuan jurnalis (juga pekerja media) yang bisa bekerja sampai di atas pukul 23.00 malam. Hal itu menimpa kalangan perempuan jurnalis yang bekerja di lapangan maupun para editor atau jurnalis yang bertugas di kantor.
Berdasarkan Keputusan Menakertrans No: KEP.224/MEN/2003 tentang Kewajiban Pengusaha yang mempekerjakan Buruh/Pekerja Perempuan antara Pukul 23.00 sampai dengan 07.00 terdapat sejumlah, kewajiban perusahaan yakni terkait pemberian makanan dan minuman bergizi, penjagaan kesusilaan, keamanan selama di tempat kerja serta penyediaan angkutan antar jemput. Masih terkait dengan era digital, peningkatan kapasitas dan ketrampilan pekerjanya terutama jurnalis juga belum menjadi agenda utama industri.
AJI juga mencermati praktik hubungan industrial yang tak sehat pada perusahaan-perusahaan pers yang mempekerjakan jurnalis berstatus kontributor. Hasil survei Divisi Ketenagakerjaan AJI Indonesia memperlihatkan komposisi honor kontributor yang secara rata-rata masih terbilang rendah.
Survei AJI Honor kontributor bertingkat mulai Rp10 ribu per berita hingga di atas Rp500 ribu rupiah per berita dengan rincian 42% mendapat honor Rp10.000-Rp 100.000, sebanyak 22% mendapat honor Rp100.000-Rp200.000, sebanyak 25% mendapat honor per berita Rp200.000-Rp300.000, sebanyak 8% mendapat honor per berita Rp300.000-Rp500.000 dan ada 3%yang mendapat honor Rp500.000 per berita. Di beberapa daerah tingkat honor tersebut secara akumulatif bahkan tak menyentuh besaran upah menurut UMK (upah minumum kabupaten/kota) setempat.
Sementara itu di era ditigalisasi yang memperlihatkan bahwa jumlah media terus bertumbuh, kesejahteraan pekerja media minim, dan selalu dibayangi kasus ketenagakerjaan jurnalis belum berdaya berhadapan dengan pengusaha dalam hubungan industrial. Ironisnya, serikat-serikat pekerja tetap sulit tumbuh di perusahaan-perusahaan pers besar nasional maupun daerah.
Data terakhir yang dihimpun dari riset AJI dan Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI) hanya ada 25 serikat pekerja media yang bisa diidentifikasi di seluruh Indonesia. Jumlah ini terbilang sangat minim, hanya sekitar 1 persen dari jumlah media berdasarkan data dewan pers. Padahal Serikat Pekerja sudah diatur dalam Undang Undang Nomor 21 tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja. Tindakan pemberangusan oleh perusahaan merupakan bentuk pelanggaran nyata.
Terkait kondisi ini AJI Indonesia menyerukan perusahaan media agar menghentikan praktek kontrak kerja menahun terhadap jurnalis yang menjadi dalih pemangkasan hak-hak jurnalis berstatus karyawan kontrak. Perusahaan media agar memberikan melengkapi jurnalis dengan perlengkapan/peralatan kerja yang memadai di tengah era digital.
Kemudian, perusahaan media meningkatkan standar upah jurnalis di tengah perkembangan era digital. Perusahaan media tetap memenuhi hak-hak pekerja serta kewajiban perusahaan yang muncul sebagai konsekuensi kerja-kerja era digital dan pemberian upah yang layak bagi jurnalis berstatus kontributor. (PRO1)
Berikan Komentar
Saya yakin kekalahan Arinal bersama 10 bupati/walikota di Lampung...
1280
Lampung Selatan
3981
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia