Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Akar Kekerasan di Sekolah Itu Kurangnya Kasih Sayang dan Budaya Literasi
Lampungpro.co, 11-Feb-2018

1100

Share

Aktualisasi pendidikan berbasis kasih sayang dengan menjadikan sekolah sebagai Taman Siswa, Akar Kekerasan di Sekolah Itu Kurangnya Kasih Sayang dan Budaya Literasi

SUMEDANG (Lampungpro.com): Akar masalah kekerasan di sekolah maupun di rumah yaitu kurangnya sentuhan kasih sayang kepada anak serta rendahnya budaya literasi. Seperti hasil diskusi Paguyuban Motekar bersama Yayasan Al Barokah Een Sukaesih.

Meninggalnya guru seni rupa SMAN 1 Torjun Sampang Madura, Ahmad Budi Cahyono masih ramai diperbincangkan. Ia menghembuskan napas terakhir setelah dianiaya muridnya. Kemudian kini muncul pertanyaan, kenapa hal itu bisa terjadi serta bagaimana agar kejadian serupa tidak terulang kembali.

Untuk menjawabnya, Paguyuban Motekar menggelar diskusi bersama Yayasan Al Barokah Een Sukaesih di Rumah Pintar Al Barokah, Cibeureum Wetan, Cimalaka, Sumedang pada Sabtu (10/2). Diskusi tersebut mengusung tema Implementasi Pendidikan Berbasis Kasih Sayang.

Kriminolog Maman Suherman hadir sebagai pembicara. Kemudian ada budayawan Acil Bimbo dan peraih Een Sukaesih Award (ESA) tahun 2017, Yuli Badawi.

"Ini pertemuan berharga. Kami meluangkan waktu untuk membicarakan nilai-nilai. Hari ini kami mulai meninggalkan nilai-nilai budaya. Kejadian di Sampang, mengingatkan kami semua akan pentingnya nilai-nilai budaya dalam pendidikan," kata Acil.

Menurutnya, di zaman yang penuh dengan tantangan perlu ketahanan budaya. "Di Sunda ada nilai silih asah, silih asih dan silih asuh. Dalam budaya, saya kembangkan kegiatan Jaga Lembur. Di pendidikan ada Ibu Een Sukaesih dengan pendidikan berbasis kasih sayang. Tinggal kami konsisten melaksanakannya," Acil menambahkan.

Maman Suherman yang akrab disapa Kang Maman menyampaikan keprihatinannya. Kejadian kekerasan di sekolah maupun di rumah tidak lepas dari pengaruh masih rendahnya budaya literasi. Padahal budaya literasi mempengaruhi kebahagiaan serta cara pandang dan pola sikap masyarakat. Indonesia dengan mayoritas umat Islam belum mampu melaksanakan ajaran Islam yang menekankan pentingnya literasi.

"Indonesia 85 - 90 persen umat Islam. Jelas, perintah pertamanya Iqro. Jelas surat kedua yang diturunkan Al Qolam, pena, tulislah. Dua ilmu yang akan membuat manusia selamat dunia dan akhirat. Banyak baca dan tulislah," kata Maman.

Menurut UNESCO, minat baca orang Indonesia itu cuma 0,001. Artinya saat 1000 orang Indonesia berkumpul, yang suka baca cuma satu orang. "Jadi dari 280 juta orang Indonesia, yang suka baca hanya 280 ribu. Sementara yang menyalahgunakan narkoba 5,9 juta orang," Maman menambahkan.

Selain kajian budaya, kriminologi dan literasi. Diskusi tersebut juga diperkaya oleh pandangan Yuli Badawi yang mengetengahkan pengalaman praktis dalam membesarkan anak-anak asuhnya. Selain empat anak kandungnya, Yuli membesarkan puluhan anak asuh. Sebagian besar ia rawat dari bayi nol bulan. Ada yang orang tuanya pemulung. Ada anak yang tidak diharapkan karena ibunya diperkosa. Ada juga yang ditinggalkan begitu saja.

"Semua anak saya terima dengan kegembiraan yang sama seperti ketika saya melahirkan. Saya mendidik dan membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Sebagaimana dicontohkan Ibu Een Sukaesih. Memang kunci utama pendidikan, baik di lingkungan keluarga maupun sekolah ialah kasih sayang," kata Yuli.

Berdasarkan penjelasan ketiga narasumber serta diskusi dengan para audiens, semua sepakat akar masalah kekerasan di sekolah maupun di rumah karena kurangnya sentuhan kasih sayang kepada anak serta rendahnya budaya literasi. Untuk itu forum menyepakati agar pendidikan berbasis kasih sayang sebagaimana dicontohkan Sang Guru Qolbu Een Sukaesih serta budaya literasi, terus dikembangkan. Aktualisasinya antara lain dengan menjadikan sekolah sebagai Taman Siswa.

"Ini forum luar biasa. Walaupun pelaksanaannya sederhana tapi manfaatnya besar untuk menghantarkan generasi penerus bangsa jauh lebih berkualitas dan berakhlaq mulia karena diberikan sentuhan kasih sayang serta senang membaca dan menulis," kata penggagas sekaligus pembina Paguyuban Motekar dan Yayasan Al Barokah, Herman Suryatman.

Paguyuban Motekar Yayasan Al Barokah bersama alumni ESA se Jawa Barat telah menyusun konsep Pendidikan Berbasis Kasih Sayang sebagai media untuk mengoptimalkan proses pembelajaran pendidikan formal di sekolah, maupun pendidikan informal di lingkungan keluarga dan masyarakat. "Insya Allah setelah konsepnya matang akan kami sampaikan ke masyarakat luas khususnya para guru di Jawa Barat maupun di tingkat Nasional," Herman menambahkan.

Diskusi tersebut dihadiri 75 orang. Mereka datang dari berbagai kabupaten/kota di Jawa Barat, selain dari Sumedang juga hadir perwakilan guru dari Cianjur, Bandung, Cirebon, Kuningan, Majalengka dan Ciamis.

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya
Pilgub Lampung, Peruntungan Arinal Djunaidi Berhenti di...

Saya yakin kekalahan Arinal bersama 10 bupati/walikota di Lampung...

1320


Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved