BANDAR LAMPUNG (Lampungpro.co): Kerusakan lingkungan akibat tambang ilegal di Lampung kini menjadi isu mendesak yang tak bisa lagi diabaikan. Di Lampung Timur, aktivitas tambang pasir di Kecamatan Pasir Sakti dan Labuhan Maringgai merusak lebih dari 1.120 hektare lahan produktif, membentuk ratusan lubang bekas galian yang mengganggu tata air dan ekosistem setempat.
Sementara di Bandar Lampung, Polda Lampung menyegel empat titik tambang batu ilegal di kawasan Gunung Balak dan Way Kandis, usai banjir dan longsor yang menghantam permukiman warga. Di Lampung Selatan, tambang batu di kaki bukit yang masuk wilayah rawan bencana juga dinilai memperparah kerusakan alam akibat hilangnya resapan air.
"Penambangan tanpa izin di zona rawan seperti ini berpotensi besar menimbulkan bencana. Kami sudah lakukan penindakan dan akan terus bertindak terhadap tambang ilegal lain yang membahayakan keselamatan warga," ujar Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Yuni Iswandari Yuyun, Minggu (9/6/2025).
Kondisi ini mirip dengan kasus kerusakan terumbu karang di Raja Ampat pada 2017 akibat kapal pesiar MV Caledonian Sky, yang berujung pada tuntutan ganti rugi Rp42 miliar dan rehabilitasi ekosistem oleh pelaku. Konteksnya berbeda, namun prinsip dasarnya sama: kerusakan lingkungan harus diikuti pemulihan dan pertanggungjawaban hukum.
Dosen Lingkungan Universitas Lampung, Dr. Laila Hastuti, menilai Lampung harus membentuk Satgas Rehabilitasi Tambang dan menerapkan skema tanggung jawab ekologis seperti reklamasi partisipatif, audit digital tambang rusak, dan revegetasi lahan kritis.
Pakar hukum lingkungan Universitas Lampung, Dr. Yudianto, juga menegaskan pentingnya penegakan hukum secara struktural dan korporatif terhadap pelaku tambang ilegal. “Sudah saatnya aparat penegak hukum menggunakan pendekatan pidana lingkungan dan korporasi. Jangan hanya menyasar pekerja di lapangan, tapi kejar juga pemodal, pemilik alat berat, dan aktor intelektualnya,” ujar Yudianto kepada Lampungpro.co, Minggu (9/6/2025).
Menurut Yudianto, selain pidana umum, Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan dasar kuat untuk menghukum pelaku perusakan lingkungan secara maksimal. Termasuk pidana denda miliaran dan pencabutan hak usaha. Ia juga mendukung pemanfaatan gugatan perdata lingkungan dan skema ecological restoration order.
“Kasus Raja Ampat menjadi preseden. Jika kerusakan laut bisa digugat secara hukum dan dipulihkan, maka kerusakan tambang darat di Lampung juga bisa – tinggal kemauan politik dan keberanian aparat penegak hukum,” tutup Yudianto. (***)
#Editor Amiruddin Sormin
Berikan Komentar
Ini adalah refleksi tajam terhadap etos kerja jurnalisme lapangan,...
1082
Bandar Lampung
1920
Lampung Selatan
524
217
10-Jun-2025
258
10-Jun-2025
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia