Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Hasil Kajian, Bukan Lampung, Ternyata Sumatera Selatan Rumah Utama Gajah Sumatera
Lampungpro.co, 11-May-2024

Amiruddin Sormin 176

Share

Gajah Sumatera di Taman Nasional Way Kambas Lampung Timur. LAMPUNGPRO.CO

PALEMBANG (Lampungpro.co):Pusat Kajian Sejarah (Puskas) Sumatera Selatan (Sumsel) melakukan kajian tentanggajahPalembangdi kawasan Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) selama tiga hari sejak 8 Mei 2024 hingga Jumat (10/5/2024). PuskasSumselmenurunkan tim beranggotakan Vebri Al-Lintani, Ali Goik, Kemas Panji, Dudy Oskandar, Dayat, dengan Ketua Tim Dedi Irwanto.

Salah seorang anggota Puskas Sumsel Ali Goik mengatakan hingga kini banyak orang tidak mengetahui Kota Palembang merupakan daerah gajah. Ketidaktahuan orang bahwa Palembang sebagai Ibu kota Sumatera Selatan itu adalah daerah gajah membuat Puskas provinsi ini melakukan kajian tentang satwa langka tersebut.

Ketua Tim Paskas Sumsel Dedi Irwanto mengatakan tim turun ke lapangan mendokumentasikan dan menarasikan tentang kehidupan gajah, baik secara lintasan waktu di masa lampau maupun masa kini termasuk penanganan gajah dari waktu ke waktu khususnya gajah Palembang.

Hasil kajian ini akan dijadikan buku pengetahuan tentang gajah Palembang. Keberadaan buku seperti itu terbilang masih langka dalam khazanah literasi di Sumatera Selatan, sehingga pengetahuan orang tentang gajah dirasakan mulai menurun, ucapnya.

Sementara anggota tim yang juga sejarawan Kemas A. Panji menambahkan buku hasil kajian itu semacam upaya mengembalikan citra Sumsel sebagai tempat utama rumah gajah Sumatera. Selama ini, Lampung yang dikenal sebagai daerah gajah

Padahal gajah dari Lampung sebagian besar berasal dari Sumsel terutama Air Sugihan dan sekitarnya yang digiring ke Taman Nasional Way Kambas Lampung pada waktu Operasi Ghanesa," kata sejarawan Kemas A. Panji seperti dikutip suarasumsel.id (jaringan media Lampungpro.co), Sabtu [11/5/2024).

Selain mengkaji tentang sejarah gajah Palembang, tim turun ke lima desa yang sering mengalami konflik dengan gajah yakni Desa Bukit Batu, Simpang Heran, Banyu Biru, Srijaya Baru, dan Desa Jadi Mulya. Khusus di Desa Bukit Batu tim peneliti melakukan berbagai wawancara dengan penduduk lokal.

Wawancara itu untuk mengindentifikasi keberadaan gajah terutama akar konflik antara manusia dan gajah di desa tersebut. “Kami merasakan adanya konflik ini, yang utama habitat gajah diusik oleh manusia. Gajah memiliki jelajah edar yang bersifat siklus, berdasarkan pendapat masyarakat tersebut wilayah edar gajah tidak sengaja diganggu sehingga gajah masuk dan terkadang mengamuk di permukiman," ujarnya.

Namun, yang menarik jika dulu masyarakat menghalau gajah cukup dengan kata-kata simbah ojo mlebuh niki rumah cucumu (mbak tinggali makan untuk cucumu), maka gajah akan segera pergi. “Sekarang ini untuk menghalau gajah, harus dengan berbagai cara dan berganti strategi seperti bulan ini harus pakai tetabuan kaleng kemudian bulan berikutnya perlu menggunakan suara petasan/percon demikian seterusnya,” ujar Ali Goik.

Sementara anggota tim Puskas Sumsel lainnya Vebri Al-Lintani menjelaskan berdasarkan informasi dari masyarakat, pada masa lalu ada harmonisasi antara kehidupan gajah dan manusia di provinsi ini. “Gajah itu hewan cerdas, merasa terganggu kalau diusik. Tokoh Si Dasir dalam tradisi lisan Sumsel, contohnya. Si Dasir mati karena mengusik gajah. Selain itu, dalam sejarah Raja Sriwijaya, Shih-Ling-Chia dikatakan menaiki gajah jika melakukan perjalanan jauh. Artinya, sejak masa lampau gajah Palembang sudah mendukung kehidupan manusia di Sumsel, bukan berkonflik seperti dikeluhkan masyarakat sekarang ini," kata Vebri.

Menurut budayawan Sumsel itu, jika ada konflik manusia dengan gajah, maka harus dicari solusi budayanya yang pas.Tim Puskas Sumsel melalui kajian berupaya mencari akar masalah gajah yang sering menjadi persoalan di tengah pemukiman masyarakat Air Sugihan.

Selama ini ada kesan di lapangan bahwa persoalan konflik gajah dan manusia terkesan saling lempar tangan dalam penanganannya. Oleh sebab itu, Tim Puskas Sumsel melakukan kajian dengan mencari akar konfliknya sekaligus berbagai kearifan lokal tentang gajah. Sehingga dapat dilakukan saran-saran dalam penanganan gajah di daerah Air Sugihan.

“Sejak awal Maret 2024 kami mengumpulkan berbagai dokumentasi, kemudian dilanjutkan dengan studi lapangan, serta melakukan berbagai wawancara dengan ahli dan masyarakat awam tentang gajah," kata Vebri. (***)

Editor Amiruddin Sormin

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya
Sepak Bola, Cara Hebat Pemimpin Menghibur Rakyat

Boleh saja menghujat kita dijajah Belanda selama 350 tahun....

321


Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved