BANDAR LAMPUNG (Lampungpro.com): Insiden seorang ibu nekat menerobos barikade Paspapres untuk menghampiri Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga dan pingsan pada peresmian Jalan Tol Trans Sumatera di Natar, Lampung Selatan, Jumat (8/3/2019), menyimpulkan penggantian tanah warga masih bermasalah. Menurut Anggota MPR/DPD RI ini menunjukkan legalitas JTTS di Lampung belum beres.
"Insiden tersebut mengindikasikan proses ganti rugi lahan tol masih menyisakan persoalan baik secara hukum maupun administratif. Saya heran, apakah aspirasi rakyat pemilik lahan ini belum tuntas karena persoalan anggaran yang tidak ada atau karena status alas hak?" kata Andi Surya, di Bandar Lampung, Senin (11/3/2019).
Dia menyebutkan masih ada sekitar 50-an warga pemilik lahan yang masih meminta ganti rugi lahan tol ini. "Kenapa pemerintah terlalu sulit untuk mengeksekusi masalah ini. Padahal ketika peresmian tol oleh Presiden harusnya tidak tersisa masalah ganti rugi lahan. Saya hanya mengkhawatirkan jika masyarakat pemilik lahan tidak puas dan protes, lalu jalan Tol dihadang seperti kejadian beberapa waktu lalu, tentu memalukan dan tidak nyaman bagi pengguna tol," ujar Andi Surya.
Untuk itu, dia meminta pemerintah segera menuntaskan masalah yang tinggal sedikit lagi ini. "Hargai hak-hak masyarakat pemilik lahan untuk dicarikan jalan keluar," kata Andi Surya.
Di tempat terpisah, Koordinator Presidium Komite Pemantau Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD) Lampung, Ghinda Ansori Wayka, mengatakan meskipun ibu ini diduga hanya penggarap, tetapi ada pesan yang tersirat kepada Presiden adalah agar ada langkah hukum percepatan penyelesaian persoalan ganti rugi jalan tol. Pengadilannya tidak berani mengambil langkah percepatan penyelesaian karena alasan tidak ada payung hukumnya.
"Kalau mau tidak ada masalah pengadaan tanah bagi pembangunan, insiden ini dapat dijadikan dasar dalam menyelesaikan sengketa tanah antar warga atau dengan instansi pemerintah. Menjadi kebutuhan mendesak untuk menerbitkan Perpu, PP, Perpres, atau Kepres tentang batas waktu penyelesaian secara hukum bila ada sengketa tanah untuk kepentingan umum," kata Ghinda.
Regulasi ini tentunya akan menjadi penyempurnaan Undang-Undang No 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dengan mengatur batas waktu mekanisme penyelesaian sengketa antar warga atau dengan instansi pemerintah dalam hal pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. "Ini akan memudahkan akses pembebasan lahan tol Sumatera hingga Aceh, sehingga tidak ada lagi yang pingsan di depan Presiden," kata Ghinda.
Selain itu, regulasi ini dapat digunakan untuk kepentingan yang sejenisnya, sehingga Pengadilan memiliki batas waktu dalam penyelesaian hukumnya serta ada kepastian hukum dan pembebasan tanah akan menjadi clear and clean (selesai dan tuntas). Harus dipahami bahwa dana konsinyasi atau ganti rugi yang dititipkan di Pengadilan itu, bunganya tidak menambah hak warga, tetapi kembali ke kas negara dan setiap tahun menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan.
"Setiap Pengadilan yang dititipi uang konsinyasi akan membuat laporan rasionalisasi atas konsinyasi ini setiap tahunnya. Ujungnya, konsinyasi ini menjadi beban dan pekerjaan baru yang seharusnya tak penting," kata dia. (PRO1)
Berikan Komentar
Pemkot Bandar Lampung tak perlu cari TPA baru sebagai...
329
Lampung Selatan
25597
Humaniora
3524
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia