JAKARTA (Lampungpro.co): Komnas Perlindungan Anak (PA) mencatat dari 2.729 kasus pelanggaran terhadap anak di 2019, 52% masih didominasi kasus kejahatan seksual dan predator atau monsternya kejahatan itu orang terdekat. Di sisi lain, penegakan hukum kasus kekerasan seksual masih sangat lemah.
"Ayah, baik ayah biologis dan non biologis, abang, paman, dan kerabat terdekat keluarga yang sesungguhnya menjadi garda terdepan untuk melindungi anak justru menjadi pelaku utama dalam menghancurkan masa depan anak," kata Sekjen Komnas PA, Dhanang Sasongko, Selasa (31/12/2019).
Lebih lanjut Dhanang Sasongko menjelaskan lingkungan sosial anak, rumah dan sekolah juga tidak lagi steril dan atau jauh dari berbagai bentuk kekerasan. Rumah, sekolah, dan lingkungan sosial anak tidak lagi nyaman.
"Sementara penegakan hukum untuk kasus kekerasan seksual masih sangat lemah. Ada banyak kasus kejahatan seksual berhenti dan tidak diteruskan perkaranya hanya karena tidak ditemukan bukti dan saksi. Sementara kasus kejahatan seksual adalah kasus pidana tersembunyi yang sulit mendapatkan saksi yang melihat," kata Dhanang.
Pada bagian lain, Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait, mengatakan yang cukup mengkhawatirkan, dari sejumlah kasus kejahatan seksual terhadap anak di berbagai daerah di 2020 masih akan terus terjadi. Bahkan modusnya akan semakin menjadi-jadi jika tidak diantisipasi dengan baik. Artinya kecenderungan anak menjadi pelaku, dan korban akan terus meningkat.
"Sejumlah kasus kejahatan seksual yang dilakukan anak dengan cara bergerombol (gengrape) diprediksi masih akan terjadi. Baik anak sebagai korban maupun pelaku. Usia pelaku dan korban pun akan semakin muda," kata Arist.
Dari catatan dan refleksi akhir tahun itu, ditemukan ada anak usia dibawah 12 tahun bahkan lebih muda lagi menjadi pelaku baik dilakukan secara bersama anak maupun sendiri bahkan bersama orang dewasa. Keadaan inilah yang diprediksi di 2020 juga akan menjadi ancaman masa depan anak-anak.
Oleh sebab itu, adalah kewajiban dan tanggungjawab sosial kita menyelamatkan anak dari lingkaran kejahatan, kekerasan dan perlakuan salah lainnya yang mengancam kehidupan anak-anak di Indonesia, demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum KOMNAS Perlindungan Anak melalui rilis Refleksi Akhir tahun 2019 di markas Komnas Anak Selasa 31/12.
Untuk memutus mata rantai pelanggaran hak anak masalah-masalah yang diprediksi akan tedjadi di 2020 di Indonesia, sudah saatnya pemerintah dan masyarakat bergandeng tangan untuk bersama-sama membangun Gerakan aksi Nasional Perlindungan Anak (GNPA) berbasis masyarakat atau kampung yang diitegrasikan dengan program desa.
Menurut dia, segala bentuk eksploitasi untuk tujuan seksual komersial dan ekonomi, pengabaian, pemisahan dan penelantaraan anak, penganiayaan dan kekerasan baik seksual dan ekonomi, perdagangan dan penjualan anak, serta diskriminasi yang terjadi di 2019, diprediksi di 2020 masih menjadi masalah dan mengancam kehidupan anak-anak di Indonesia.
Demikian juga penanaman paham radikalisme, ujaran kebencian, intoleransi, persekusi, dan kekerasan terhadap anak secara politis juga masih akan terus dipaparkan dalam kehidupan anak-anak. Oleh sebab itu, bagi anak yang terpapar paham radikalisme dan ujaran kebencian dari lingkungan sosialnya diperlukan sebuah gerakan deradikalisasi anak dengan membangun gerakan kebersamaan, menghargai keberagaman dan kebinekaan sesama anak, toleransi dan cinta tanah air menuju anak Indonesia yang unggul dan berkarakter.
Sementara itu, di Pemilihan Kepala Daerah 2020, untuk kepentingan politik orang dewasa tersebut keberadaan anak-anak juga diduga tidak akan terlepas dari praktek eksploitasi kepentingan politik orang dewasa. Situasi lain yang juga memprihatinkan adalah dengan maraknya peredaran narkoba di Indonesia yang terjadi akhir-akhir ini, mengakibatkan banyak anak-anak saat ini dijebak dan berada dalam di lingkaran bahaya narkoba.
Di sejumlah daerah juga dilaporkan bahwa ada banyak anak-anak di Indonesia juga terpapar dengan HIV/AID dalam lingkungan sosialnya. "Banyak juga anak-anak saat ini kecanduan gaway dan game online yang berdampak mengancam kesehatan mental dan jiwa anak. Banyak anak usia di bawah lima tahun di Indonesia tergantung gaget dan berdampak menjadikan anak anti sosial, kerusakan mata, dan radang otak dan melakukan percobaan bunuh diri," kata Arist. (PRO1)
Berikan Komentar
Pemkot Bandar Lampung tak perlu cari TPA baru sebagai...
313
Lampung Selatan
25485
Humaniora
3165
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia