BANDAR LAMPUNG (Lampungpro.com): Membuka mata dari peraduan bagi Mbah Wiji (67) adalah berjualan jamu godok.  Profesi ini dia lakoni sejak 1976, saat kali pertama menjejakkan kaki di Bandar Lampung dari Wonogiri, Jawa Tengah. "Kami merantau ke Lampung. Cuma jualan jamu yang saya bisa," kata Mbah Wiji, saat ditemui melayani pembeli di sela-sela car free, Minggu (12/11/2017).

Mbah Wiji tak tahu tiap tanggal 12 November adalah Hari Kesehatan Nasional. Nenek bercucu 13 ini hanya tahu hari-hari adalah berjualan jamu, herbal tradisional yang masih bisa dipercaya menjaga kesehatan, seperti akronim jamu, jagalah dirimu. Dia meracik semua bahan herbal seperti yang dia pelajari secara turun temurun di Jawa.

Kesetiaan berjualan jamu gendong, masih dia pertahankan. Terlebih ketika Sang Suami, Paijo, berpulang Februari 2017 di usia 74 tahun. Warga Palapa, Tanjungkarang Pusat ini, mengisi kesehariannya dengan tetap keliling dari satu kantor ke kantor lain menjajakan jamu. "Ngak betah diam di rumah. Malah sakit kalau diem," kata Mbah Wiji, ketika ditanya kapan pensiun jadi bakul jamu.

Meski kelima anaknya semua mentas, Mbah Wiji mengaku tak ingin bergantung pada belas kasihan anak. Dia mengaku akan terus berjualan jamu sampai akhir hayat. "Ini warisan leluhur," katanya.

Dia bersyukur keahliannya meracik jamu dapat diwariskan ke anak perempuannya, Patiah. Nenek yang masih lincah berjalan ini berharap generasi muda masih menyukai jamu. Bagi Mbah Wiji, jamu bukan sekedar alat mencari nafkah tapi pewarisan kekayaan budaya bangsa. Dia mengatakan akan terus berkeliling menjajakan jamu agar anak-anak muda tetap mengenal jamu. (PRO1)