Para cendikiawan Muslim yang tergabung dalam Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Provinsi Lampung, sudah lama gundah. Pangkalnya, banyak pembangunan di Lampung ini dibuat cuma untuk pencitraan.

Grasa grusu kejar target, hingga nabrak aturan sana sini. Tak peduli aturan yang dilabrak itu buatan sendiri. Bahkan tak ada di dokumen pembangunan yang digadang-gadang ketika kampanye.

"Membangun itu pakai kajen, bukan sajen," kata kawan akademis ketika membuka obrolan. 'Kajen' yang dia maksud adalah kajian alias feasibility study. Dan, 'sajen' yang dia maksud adalah sajian alias 'nyari ujung' dalam bahasa pemborong.

Kegundahan itu pun dituangkan dalam bentuk rekomendasi dan diserahkan kepada pada calon gubernur yang berlaga di Pemilihan Gubernur (Pilgub) di Gedung Magister Management Universitas Bandar Lampung, Rabu (28/3/2018). Harapannya, siapa pun yang terpilih, paling tidak ada titipan aspirasi dari para cendikiawan sebagai amal jariah intelektualisme.

Membangun dengan target pencitraan memang mengerikan. Mirip slogan 'juragan bogor' ben tekor asal nyohor. Kalau perlu ngutang sana-sini. Tak ada ukuran dan target, sehingga kawan pengamat IB Ilham Malik menulis '8 Flyover, Kenapa Bandar Lampung Masih Macet?'

Itu baru satu contoh. Masih banyak contoh lain. Apakah kumpulan kegudahan yang didokumentasikan para cendikiawan itu mempan? Itu tergantung para cendikiawan. Apakah cukup puas berdiri di menara gading tanpa bergerak mengawasinya.

Suara para intelektual itu memang kadang pahit. Kalau yang alergi pahit memang ogah dekat-dekat. Tapi bukankah lebih baik bicara pahit di depan?

Kalau pun nanti rekomendasi itu cuma masuk kuping kanan keluar kuping kiri, paling tidak ada dokumen para cendikiawan ketika di akhirat malaikat bertanya atas banyaknya kekacauan di Lampung. Percayalah, dokumen itu sudah masuk arsip malaikat. (***)

Tabik puunnnnn....

Amiruddin Sormin
Wartawan Utama