DENTE TELADAS (Lampungpro.co): Di bawah laut muara Sungai Tulangbawang yang tenang, bukan berarti aman untuk berlayar. Nakhoda di kawasan ini harus ekstra hati-hati dan punya alur sendiri agar tak kandas akibat pendangkalan. Alur ini menjadi jalur lalu lintas bagi lebih dari 2.661 nelayan dan kapal niaga lainnya.
Sungai Tulangbawang punya sejarah dan peran strategis yang luar biasa sejak abad ke-4 hingga abad ke-7 sebelum masehi. Kejayaan Kerajaan Tulangbawang tak lepas dari peran Sungai Tulangbawang sebagai urat nadi perekonomian yang bermuara di Kuala Teladas.
Meski Kerajaan Tulangbawang ditaklukkan oleh Sriwijaya, Sungai Tulangbawang tetap menjadi urat nadi perekonomian. Sungai Tulangbawang sepanjang 136 km ini menjadi pertahanan Sriwijaya untuk menyerang atau ekspansi ke berbagai kerajaan di Pulau Jawa.
Zaman bergani, ketika Belanda menjajah nusantara, Sungai Tulangbawang tetap menjadi urat nadi perekonomian dan menjadi alur transportasi menuju Jawa. Hal ini ditandai dengan banyaknya hasil bumi termasuk kayu besar yang dikirim ke dari Menggala menuju Batavia.
Namun peran Sungai Tulangbawang mulai berkurang sejak pemerintah membangun jalan darat menuju Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni di era 1980-an. Jalur ini tak lagi strategis, apalagi banyak mengalami sedimentasi. Akibatnya, terjadi penyumbatan di muara Sungai Tulangbawang. Ketika surut kedalamannya hanya 1 meter, sehingga banyak kapal yang kandas. Alur ini bisa dilewati ketika laut pasang.
Penelusuran Lampungpro.co, pada Minggu (22/8/2021), bersama Kapal Motor Nelayan (KMN) Inka Mina 334 juga bersama nakhoda Deni Revianto, juga mengalami dampak pendangkalan itu. Dia mengatakan setiap kali berlayar, kapal yang dikemudikan lebih dari empat kali kandas. Oleh karena itu, dia berharap muara Sungai Tulangbawang ini dapat segera dikeruk agar kolam muara ini menjadi dalam.
"Semua nelayan dan nakhoda di jalur ini mendukung pengerukan akibat pendangkalan ini, karena kapal saya juga sering kandas. Kapal yang kecil saja juga kandas dan bahkan hingga kapal rusak, apalagi kapal besar," kata Deni Revianto.
Dalam sepekan, Deni Revianto mampu berlayar dua hingga tiga kali melayani masyarakat sekitar. Selama berlayar itu, kapalnya sering kandas dan sering juga dibantu nelayan sekitar.
Dari pantauan Lampungpro.co, saat ikut berlayar di sekitaran alur muara Sungai Tulangbawang, memang terjadi pendangkalan. Bahkan hingga jarak ratusan meter dari darat pun, kapal KMN Inka Mina 334 dan beberapa kapal nelayan turut kandas.
Saat hendak mendekat ke lokasi pendalaman, kapal ini harus kandas menempel ke permukaan tanah hingga lima kali. Kapal KMN Inka Mina 334 juga harus memutar jauh, untuk menghindari kandasnya kapal. (***)
Editor: Amiruddin Sormin, Reportase: Febri Arianto.
Berikan Komentar
Pemkot Bandar Lampung tak perlu cari TPA baru sebagai...
329
Lampung Selatan
25595
Humaniora
3520
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia