JAKARTA (Lampungpro.co): Sebanyak lima perwakilan warga Moro-Moro Register 45, Kabupaten Mesuji, Provinsi Lampung, bersama Pimpinan Pusat Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), beraudiensi dengan Kantor Staf Presiden (KSP) di Istana Negara, Jakarta, Selasa (30/7/2024).�Dalam audiensi di kantor KSP, perwakilan warga Moro-moro ditemui tenaga ahli utama KSP Bidang Reforma Agraria Usep Setiawan didampingi Staff Madya bagian Konflik Agraria Sahad Lumbanraja.
Dalam audiensi, Agung dan Made Kastiawan, selaku perwakilan warga Moro-moro mengeluhkan atas upaya pelaksanaan rekomendasi dari hasil audiensi dengan KSP pada September 2023 lalu. Rekomendasi KSP saat itu menyebutkan warga Moro-moro bisa melakukan permohonan pelepasan kawasan di tingkat daerah terlebih dahulu.
"Dalam prosesnya, kami tidak mendapatkan tanggapan yang baik oleh Pemerintah Kabupaten Mesuji, Tim Terpadu PPTPKH Provinsi Lampung dan BPKHTL wilayah XX, bahkan secara terang oleh Pemerintah Kabupaten Mesuji secara tertulis menyatakan bahwa proses tersebut bukan menjadi kewenangannya melainkan menjadi kewenangan pemerintah Pusat," ujar Agung dalam rilis tertulis yang diterima Suara.com (jaringan media Lampungpro.co).
Agung menjelaskan secara mandiri warga melakukan pendataan objek dan subjek reforma agraria. Rinciannya yaitu 1.200 Kepala Keluarga sebagai subjek dan 309 hektare sebagai objek.
Dalam prosesnya bahkan warga melakukan pemetaan geo spasial secara mandiri, dari semua persyaratan yang ditentukan. Menurut dia, warga hanya tidak mampu menunjukkan surat pengakuan dari desa berhubung karena belum diakuinya kawasan tersebut sebagai wilayah administratif desa.
"Konflik Moro-moro tidak hanya mengakibatkan warga kehilangan haknya atas tanah dan pemukiman bahkan warga juga kehilangan hak konstitusionalnya," tegas Agung.
Selain itu, Made Kastiawan juga menjelaskan tentang konflik agraria di Moro-moro tidak hanya berimbas pada kepemilikan hak atas tanah melainkan juga berimbas pada berbagai dampak sosial lainnya. Seperti warga tidak bisa mengakses berbagai bantuan sosial yang diprogramkan pemerintah Pusat baik itu dalam bentuk bantuan pangan, kesehatan, dan pendidikan.
Bahkan sama sekali tidak bisa mengakses pupuk bersubsidi untuk pertanian. "Buruknya lagi dampak tersebut tidak hanya dirasakan oleh orang-orang tua tetapi juga terpaksa ditanggung oleh anak-anak mereka dengan stigma sebagai anak ”perambah hutan”, ”anak ilegal” dan berbagai stigma buruk lainnya. warga juga tidak bisa mengakses listrik untuk penerangan yang akhirnya juga mengganggu aktivitas warga termasuk aktivitas belajar anak," kata dia. (***)
Editor Amiruddin Sormin
Berikan Komentar
Sebagai salah satu warga Bandar Lampung yang jadi korban...
4148
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia