JAKARTA (Lampungpro.co): Keputusan Presiden RI Joko Widodo menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan, patut didukung oleh semua kalangan. Meskipun demikian, RUU ini harus tetap dicermati.�
Dengan penundaan tersebut, kata Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Firdaus, pemerintah mendengarkan aspirasi masyarakat sebagaimana keberatan yang disampaikan Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh. "Setidaknya Presiden telah menunda pembahasan salah satu RUU yang semula akan dibahas bersama RUU lainnya, yaitu RUU KUHP," kata Firdaus, Jumat (24/4/2020).�
Pada bagian lain, Taufiqurahman Ruki, Wakil ketua Dewan Penasehat SMSI Pusat, meminta jajaran pengurus SMSI agar tetap mencermati RUU Omnibus Law secara menyeluruh. Pembahasan �RUU Omnibus Law, seharusnya juga lebih disoroti SMSI karena berpotensi mementahkan banyak UU, ujar Ruki.
Dalam kondisi seperti ini, kata dia, sebaiknya anggota DPR tidak melanjutkan pembahasan omnibus law ini secara keseluruhan. Karena kurang tepat jika dipaksakan untuk segera diputuskan. �Idenya �bagus, tetapi secara substansi harus cermat. Kecermatan ini yang kita susah dapatkan dalam kondisi DPR dan situasi publik secara nasional seperti saat ini" ujar Taufiequrahman Ruki yang kini juga memimpin Perkumpulan Urang Banten (PUB) yang tersebar di Indonesia dan berbagai belahan dunia.�
Menurut Taufiequrrahman Ruki, yang menjadi prioritas harus dilakukan DPR kondisi menghadapi Covid-19 seperti ini adalah dengan merivisi UU APBN. Oleh karena itu, sebagaimana diberitakan sebelumnya, terhadap rencana pembahasan RUU tersebut Dewan Pers meminta pemerintah dan DPR menundanya.�
Hal senada juga disampaikan Firdaus dan jajaran kepengurusan SMSI di seluruh Indonesia yang beranggotakan 600 media siber. SMSI mendukung Dewan Pers yang menolak pembahasan RUU KUHP dan RUU Cipta Kerja karena pemerintah perlu fokus menangani Pandemi Covid-19.�
Pasalnya, di dalam RUU tersebut terdapat pasal yang dapat mendegradasi kemerdekaan pers. Ini persoalan penting bangsa yang perlu didengar pemerintah. kata Firdaus.
Dalam persoalan ini, Presiden Jokowi tampaknya segera merespon permohonan penundaan pembahasan salah satu RUU tersebut. Kemarin pemerintah telah menyampaikan kepada DPR dan saya juga mendengar Ketua DPR sudah menyampaikan kepada masyarakat bahwa klaster Ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja ini pembahasannya ditunda, sesuai dengan keinginan pemerintah," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jumat (24/4/2020).
Menurut Jokowi, penundaan tersebut memberi waktu yang lebih lama baik bagi pemerintah maupun DPR untuk mendalami substansi dari pasal-pasal yang berkaitan. Sebagaimana diberitakan ratusan media siber, SMSI meminta Pemerintah memperhatikan keberatan Dewan Pers yang mewakili unsur pers dalam berdemokrasi, untuk menunda pembahasan RUU KUHP dalam rapat kerja di tengah pandemi Covid-19.�
Menyikapi hal tersebut, dalam keterangan pers 16 April 2020, Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh mendesak DPR dan pemerintah untuk menunda pembahasan berbagai rancangan perundangan, termasuk RUU KUHP dan RUU Cipta Kerja tersebut, sampai kondisi lebih kondusif, sehingga proses legislasi dapat berjalan layak, memadai, dan memperoleh legitimasi.�
Dewan Pers tetap mengapresiasi langkah-langkah pemerintah dalam upaya menanggulangi pandemi global Covid-19. Karena itu mendesak agar perhatian semua pihak termasuk DPR RI dicurahkan kepada upaya kolektif menangani pandemi dan dampak-dampaknya pada seluruh sektor dan aspek kehidupan masyarakat. Pemerintah dan DPR harus dapat menjadi tauladan bagi publik dalam hal upaya pencegahan penyebaran Covid-19 dan tidak melakukan tindakan-tindakan yang mengakibatkan gejolak di masyarakat," ujar M. Nuh.�
Dewan Pers menolak pembahasan RUU KUHP terkait sejumlah pasal yang dapat memengaruhi kemerdekaan pers. Antara lain Pasal 217-220 (Tindak Pidana Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden), Pasal 240 dan 241 (penghinaan terhadap Pemerintah), Pasal 262 dan 263 (penyiaran berita bohong), Pasal 281 (gangguan dan penyesatan proses peradilan), Pasal 304-306 (tindak pidana terhadap agama), Pasal 353-354 (Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara), Pasal 440 (pencemaran nama baik), dan Pasal 446 (pencemaran terhadap orang mati) serta pasal-pasal lainnya. (PRO1)
Berikan Komentar
Dukungan dan legacy yang besar, juga mengandung makna tanggung...
24460
Bandar Lampung
6499
159
21-Apr-2025
188
21-Apr-2025
168
21-Apr-2025
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia