Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Andi Surya: Rakyat Lampung Masih Dibelit Persoalan Agraria di 2019
Lampungpro.co, 03-Jan-2019

Amiruddin Sormin 868

Share

BANDAR LAMPUNG (Lampungpro.com): Anggota DPD RI Andi Surya mengatakan persoalan konflik agraria masih membelit warga Lampung di 2019. Persoalan itu antara lain, konflik Hak Penguasaan Lahan (HPL) atas nama Pemprov Lampung di Way Dadi dan dan HPL milik PT Pelindo di Way Lunik, Panjang.

"Perihal HPL ini sudah diuraikan dalam rapat dengar pendapat di Komite 1 DPD RI yang menyatakan kedua HPL ini dilepas kepada masyarakat dengan terlebih dahulu dikembalikan kepada negara. Tidak bisa dipindahtangankan ke pihak lain dengan alasan memperkuat sektor penerimaan daerah untuk APBD atau kas BUMN. Ini tidak diatur dalam UU dan Peraturan Pemerintah dan bisa berakibat hukum di belakang hari," kata Andi Surya, di Bandar Lampung, Rabu (2/1/2019).

Kemudian, lahan Grondkaart bantaran rel KA yang diklaim PT Kereta Api Indonesia (KAI). "Ini juga berkali-kali dibahas DPD RI, hingga pada kesimpulan Grondkaart bukan alas hak kepemilikan PT KAI karena tidak sesuai UU Pokok Agraria, UU Perkertaapian hingga PP Penyelenggaraan Perkeretaapian yang menyatakan lahan milik KA sebatas 6 meter kiri dan kanan rel saja," kata Andi Surya.

Artinya, kata dia, secara UU Pokok Agraria lahan bantaran rel KA dikuasai warga masyarakat yang menempati lebih dari 20 tahun. "Selain itu Grondkaart yang dipegang PT KAI adalah salinan, aslinya masih dikuasai Ratu Belanda, sehingga PT KAI tidak memiliki kekuatan hukum apa pun terkait Grondkaart," kata dia.

Selain itu, persoalan lahan register yang ditempati ratusan ribu warga. Register ini adalah peraturan zaman Belanda yang mengatur wilayah Nusantara sebagai hutan yang tidak boleh dihuni manusia. Namun saat RI merdeka, terjadi pertumbuhan demografi secara dinamis sehingga batas register itu tidak kontekstual lagi karena ruang hidup semakin sempit.

"Perlu terobosan UU agar wilayah register bisa menjadi pemukiman warga. Jangan sampai terbelenggu oleh warisan aturan Belanda yang lebih mengutamakan satwa liar atau tetumbuhan hutan yang secara faktual dihuni manusia warga negara Indonesia dan bahkan di dalamnya ada infrastruktur. Aturan wilayah register perlu dirubah karena telah berproses ke arah ruralisasi bahkan urbanisasi yang progresif," jelas Andi Surya.

Terakhir, menyangkut Hak Guna Usaha (HGU) yang dikuasai BUMN dan perusahaan swasta. "Problemnya adalah penyerobotan lahan ulayat, hak adat bahkan hak milik rakyat oleh pemegang HGU akibat tidak tertatanya administrasi lahan yang benar. Pemegang HGU menggeser batas wilayah dan merampas lahan rakyat secara masif. Akibatnya mendapat perlawanan warga masyarakat secara horizontal. Ini sangat berbahaya dan mengganggu keharmonisan, ketertiban, dan keamanan," kata Andi Surya.

Dia menyarankan perlu kesungguhan pemerintah pusat, daerah, kalangan parlemen, dan masyarakat. Targetnya, menyelesaikan konflik lahan terutama mengamandemen UU khususnya peraturan agraria yang lebih kontekstual. Selanjutnya diperlukan pembentukan pengadilan khusus agraria yang hakim-hakimnya profesional ahli hukum agraria agar keputusan konflik lahan tetap mengacu pada hukum tanah. "Sesuai UUD 1945 Pasal 33 ayat 2 disebutkan tanah, air, udara dan yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Artinya, mari kita hormati hak itu," kata Andi Surya. (RLS/PRO1)

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya
Arinal Djunaidi Manusia Penuh Keberuntungan, Akankah Menang...

Pasalnya, menurut catatan Nyonya Lee tak pernah dua kali...

20530


Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved