Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Catatan Sidang Etik KPUD DKI Jakarta: Distorsi Media dan Politik Framing
Lampungpro.co, 04-Apr-2017

Amiruddin Sormin 1153

Share

Penekanan aspek tertentu itu dilakukan dengan memilih angel tertentu, memilih fakta tertentu, dan melupakan fakta yang lain, memberitakan aspek tertentu dan melupakan aspek lainnya. Akibatnya, pemahaman dan konstruksi atas suatu peristiwa bisa jadi berbeda antara satu media dengan media lain. Di sinilah kadang para pembaca atau khalayak sering "gagal paham" mengamati dan mencermati sebuah fenomena. Kondisi ini makin runyam ketika muncul banyak media alternatif, lebih tepatnya "aba-abal", yang sengaja dibuat untuk mendukung paslon.

Dalam Pilkada DKI yang sangat tinggi dinamikanya, framing media bekerja begitu sangat "paripurna". Karena framing media telah didukung oleh para buzzer atau tim sosial media sedemikian rupa, baik melalui media-media mainstream maupun media-media alternatif (termasuk abal-abal), yang pada titik tertentu telah menjadi bagian tak terpisahkan dengan keberadaan tim sukses. Baik karena kerja sama bisnis (kontrak iklan atau "keradaksian"), maupun memang sebagai bagian dari grup perusahaan media, yang telah menjadi "penguasa baru" di dunia politik Indonesia. Kalau kita akrab dengan "Politik Pencitraan", di sinilah sesungguhnya "penguasa media" itu telah bekerja.

Bagaimana Media Mendistorsi Fakta? Dari Sidang Kode Etik yang berlangsung, saya menggarisbawahi beberapa fakta, tidak hanya melalui laporan Pengadu (Tim Paslon), keterangan Teradu (Ketua KPUD dan Ketua Bawaslu), juga keterangan para saksi.Dari keterangan sejumlah pihak tersebut, dapat disimpulkan, para pengadu membuat laporan berdasarkan framing yang dilakukan oleh media dan dunia sosial media. Padahal framing pun terjadi karena ada unsur distorsi dalam pemberitaan. Berikut fakta persidangannya:

1. Pertemuan Ketua KPUD dengan Paslon No. 3. Pertemuan Ketua KPUD dengan Anies Baswedan berlangsung saat terjadi peristiwa Pemungutan Suara Ulang (PSU) di TPS 39 Kalibata Jakarta. Ketika itu Sumarno, karena posisinya sebagai Ketua KPUD tengah melihat kesiapan pelaksanaan kegiatan PSU tersebut. Pertemuan pun dilakukan di tengah keramaian massa para pemilih dan disaksikan sejumlah media. Namun lewat framing tertentu ada media yang memberitakan seolah-olah pertemuan itu dilaksanakan secara khusus. Untuk meyakinkan laporannya, para pengadu, membingkai seolah-olah ada "hubungan historis" antara Anies dengan Sumarno, yang mengait-ngaitkan posisi Anies sebagai mantan aktivis HMI di Yogya dengan Ketua KPUD, yang mantan Ketua HMI Komisariat FISIP Universitas Jember. Fakta historisnya mungkin benar tetapi hubungan antara fakta historis dengan fenomena pertemuan Anies dengan Sumarno, jelas tidak nyambung.

2. "Rapat Internal" Ketua KPUD dengan Paslon No.2. Setelah media membuat heboh pertemuan Sumarno dengan Anies, kali ini Ketua KPUD dan Ketua Bawaslu dibully karena telah melakukan pertemuan tertutup atau "Rapat Internal" dengan Paslon No.2 di salah satu hotel di Jakarta. Pertemuan itupun dibuat heboh dengan diksi, "Ketua KPUD Kepergok Saat Rapat Internal dengan Paslon No. 2" dan seterusnya. Padahal yang terjadi, Kedua pejabat KPUD dan Bawaslu itu diundang secara resmi dalam Rapat Kerja dan kehadirannya pun telah disepakati dalam Pleno para komisioner, serta diketahui banyak wartawan. Memang ada satu momen dimana ketika Ketua KPUD hadir, Sang Petahana sedang bicara di ruangan dan Ketua KPUD diminta menunggu di salah satu lantai hotel tersebut. Inilah fakta seolah Ketua KPUD "kepergok" sedang melakukan Rapat Internal dengan Paslon No. 2.

3. Profil Picture (PP) "Aksi Damai 212" di Whatss Apps.Satu laporan yang dilakukan Tim dari Paslon No. 2 adalah ketika Ketua KPUD mengganti Profil Picture "Aksi Damai 212". Pengadu mengatakan, Ketua KPUD sebagai Teradu, dinilai telah berpihak pada Paslon No. 3 lantaran aksi tersebut dilakukan untuk melakukan tuntutan hukum pada Paslon No. 2. Dalam kasus ini, Sumarno mengatakan dirinya sama sekali tidak menyangka pergantian PP yang terjadi sekitar seharian (dari pagi hingga malam), tiba-tiba menjadi viral di sosial media. Karena Sumarno menganggap, kegiatan "Aksi Damai 212" adalah momen doa bersama yang dihadiri oleh Presiden, Wakil Presiden (Wapres), Panglima TNI, Kapolri, dan sejumlah pejabat lainnya. Bahkan Sumarno berkali-kali menegaskan, Presiden dan Wapres di media mengatakan kegiatan tersebut sebagai "Doa Bersama". Jadi baginya, tak ada alasan, lantaran itu dirinya dituduh tidak berpihak.

4. Terkait honorarium pada saat menghadiri "Rapat Kerja", memang Ketua Majelis Hakim, yang juga Ketua DKPP, Jimly mengatakan belum ada aturan yang jelas soal penerimaan itu. Walaupun diterima atas dasar "jasa" sebagai pembicara, dengan jumlah sesuai ketentuan pemerintah, untuk menghindari kontroversi, ketentuan ini akan diatur kembali. Namun framing "Ketua KPUD Menerima Uang dari Paslon No. 2" memang telah menjadi viral yang mendistorsi Sumarno.

1 2 3

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya
Pilgub Lampung, Peruntungan Arinal Djunaidi Berhenti di...

Saya yakin kekalahan Arinal bersama 10 bupati/walikota di Lampung...

1698


Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved