Asrorun menjelaskan, Komisi Fatwa MUI melalui forum ijtima di salah satu pondok pesantren di Tasikmalaya, pada Juli 2012, telah membahas pemanfaatan dana haji yang mengendap dari jemaah haji yang masih�waiting list.�Forum ijtima tersebut, menurut dia, diikuti oleh Komisi Fatwa MUI Pusat, Komisi Fatwa MUI Provinsi se-Indonesia, lembaga-lembaga fatwa dan ormas Islam tingkat pusat, serta pimpinan pondok pesantren dan perwakilan perguruan tinggi se-Indonesia.
Dari forum ijtima tersebut, menurut dia, dicapai empat kesepakatan, yang pada prinsipnya menjawab pertanyaan, dana calon jemaah haji yang belum mencapai Rp25 juta dan belum mendapat nomor porsi.�Dalam kondisi ini, menurut dia, hubungannya antara calon jemaah dengan bank penerima setoran, akadnya ada dua opsi.
Pertama, akad wadiah. Artinya, dana itu nitip saja sehingga tak ada faidah, tidak ada bagi hasil. Kedua, akad mudhorobah, yakni saat tabungan calon jemaah haji mencapai Rp25 juta, maka mendapat nomor porsi dan masuk dalam�waiting list.�"Sebelum maupun setelah mencapai Rp25 juta, statusnya belum billing karena belum tahu berapa biaya hajinya. Uang setoran itu statusnya masih milik calon jemaah haji," kata dia.
Menurut Asrorun, pertanyaan berikutnya, dana jemaah haji yang terkumpul, apakah ditidurkan saja atau diproduktifkan. "Dana tersebut kalau ditidurkan kan menyusut karena inflasi, sehingga kemudian diproduktifkan," kata dia.
Menurut dia, setelah disepakati dana calon jemaah haji tersebut boleh diproduktifkan, tapi harus memenuhi empat syarat yang tertuang dalam Fatwa MUI. Keempat syarat tersebut, pertama, boleh ditasarufkan, tapi harus dipastikan jenis usahanya memenuhi prinsip-prinsip syariah. Kedua, terkait dengan prudensialitas atau aman. Logikanya seperti pengelolaan dana wakaf, yakni tidak boleh berkurang, tapi harus dikembangkan dan memiliki nilai manfaat.
Ketiga, adalah manfaat. Kalau ada manfaatnya baik kepada jemaah haji untuk kepentingan kemaslahatan jemaah dan kemaslahatan umat Islam. "Bukan Investasinya, tapi hasil investasinya. Bisa saja diinvestasikan untuk pembangunan gedung, hasilnya baik untuk kemaslahatan sepanjang ketentuannya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah," kata dia.
Keempat, adalah liquid, artinya dana ini dibutuhkan dalam waktu terus-menerus, rata-rata kebutuhan jemaah haji Rp3,5 triliun per tahun. "Ini harus ada bapernya, artinya ada prinsip likuiditas. Kalau kepentingannya untuk infrastruktur dan sebagainya, disinilah kecerdasan BPKH," kata dia. (**/ANT/PRO2)
Berikan Komentar
Sebagai salah satu warga Bandar Lampung yang jadi korban...
4132
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia