Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Jangan Ditiru, ini Empat Modus Korupsi Paling Banyak Dipakai Sepanjang 2021
Lampungpro.co, 18-Apr-2022

Amiruddin Sormin 1032

Share

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Lalola Easter (kiri) saat pemaparan di Jakarta, Senin (18/4/2022). LAMPUNGPRO.CO/ANTARA

JAKARTA (Lampungpro.co): Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Lalola Easter, menyampaikan berdasarkan pemantauan pihaknya, ada empat modus yang paling banyak digunakan koruptor dalam tindak pidana korupsi di Indonesia pada 2021. 


Pertama, penyalahgunaan anggaran menjadi modus yang paling banyak dilakukan oleh para pelaku korupsi. Kedua adalah kegiatan atau proyek fiktif. Ketiga, penggelapan uang dan keempat adalah penggelembungan harga (mark up).

Keempat modus tersebut, menurut Lalola Easter, adalah yang paling banyak ditemukan dalam kasus korupsi pengadaan barang/jasa dan pengelolaan anggaran pemerintah. Kedua sektor ini dari tahun ke tahun konsisten menjadi titik paling rawan korupsi atau menjadi sektor paling banyak ditindak oleh aparat penegak hukum, kata Lalola saat menjadi pemaparPeluncuran Laporan Tren Penindakan Korupsi Tahun 2021 ICW yang disiarkan langsung di kanal YouTube Sahabat ICW, sebagaimana dipantau Suara.com (jaringan media Lampungpro.co), dari Antara, di Jakarta, Senin (18/4/2022).

Meskipun begitu, Lalola mengatakan, temuan ICW tersebut belum sepenuhnya mewakililalol keadaan sebenarnya karena keterbatasan mereka dalam melakukan pemantauan. Dia mengatakan keempat modus yang ditemukan oleh ICW itu berdasarkan pemantauan terhadap berbagai pemberitaan dan situs web resmi milik institusi penegak hukum, yakni Kejaksaan RI, Kepolisian RI, dan KPK yang memiliki informasi yang representatif.

Namun, menurut Lalola, tidak semua institusi, terutama Kejaksaan dan Kepolisian di tingkat daerah menghadirkan sumber informasi yang representatif kepada publik. Selanjutnya, Lalola juga menyampaikan terkait dengan modus korupsi terbaru yang perlu diwaspadai oleh institusi penegak hukum. Pertama kali, ICW menemukan modus tersebut pada tahun 2020, yakni modus manipulasi saham.

Ini adalah salah satu modus yang muncul karena dua kasus yang menarik perhatian publik. Dua kasus itu memiliki potensi kerugian negara yang cukup besar dan melibatkan institusi yang penting. Di 2020, ada kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya, kemudian di tahun 2021 ada kasus korupsi PT Asabri. Bahkan, di kasus Asabri ada potensi kerugian negara mencapai Rp22,78 triliun, jelas Lalola.

Dalam perkembangan modus itu, dia mengatakan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) menemukan transaksi mencurigakan, yakni transaksi menggunakan mata uang kripto. Ini menjadi poin yang belum banyak dibicarakan. 

"Akan tetapi, saat melihat perkembangan mata uang kripto ini sangat pesat di beberapa tahun belakang, tentu ini patut menjadi perhatian bagi aparat penegak hukum ataupun otoritas keuangan dan perbankan. Mereka harus mewaspadai bahwa mata uang kripto bisa menjadi semacam bentuk baru menukarkan hasil kejahatan korupsi, ujar Lalola.

Untuk mengatasi persoalan modus baru tersebut, ICW mendorong aparat penegak hukum agar meningkatkan kapasitasnya dalam mengikuti perubahan modus dan bentuk transaksi yang berpotensi berujung pada kejahatan, baik itu korupsi, pencucian uang, maupun pengelabuan pajak. (***)

Editor: Amiruddin Sormin

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya
Lampung Dipimpin Mirza-Jihan: Selamat Bertugas, "Mulai dari...

Dukungan dan legacy yang besar, juga mengandung makna tanggung...

18491


Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved