Pengiriman 10 ton Refuse-Derived Fuel (RDF) ke PT Semen Indonesia di Tuban. DOK. PEMKAB JOMBANG

JOMBANG (Lampungpro.co): Kabupaten Jombang, Jawa Timur, mencatatkan langkah maju dalam pengelolaan sampah dengan mengirimkan 10 ton Refuse-Derived Fuel (RDF) ke PT Semen Indonesia di Tuban. RDF, hasil olahan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Banjardowo, digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti batu bara dalam produksi semen, sebagaimana dikutip dari Suara.com (jaringan media Lampungpro.co), Rabu (28/5/2025l.

Inovasi pengelolaan sampah berbasis teknologi mulai menunjukkan hasil nyata di Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Di sisi lain, Kota Bandar Lampung masih berjuang mengatasi krisis lingkungan akibat pengelolaan TPA Bakung yang bermasalah.

Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Jombang terus berupaya meningkatkan pengelolaan sampah seiring meningkatnya produksi sampah harian yang mencapai 157 ton. Saat ini, layanan penanganan baru menjangkau sekitar 30% dari total volume sampah yang masuk ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Banjardowo.

Sejak difungsikan pada 2022, TPA Banjardowo dibangun dengan konsep sanitary landfill oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Fasilitas ini dilengkapi gedung administrasi, jembatan timbang, unit sorting, komposting, area penimbunan modern, pengolahan air limbah, pengolahan gas metana, hingga kawasan hijau. Namun, kapasitas penimbunan sampah diperkirakan hanya cukup untuk 5–6 tahun ke depan.

Guna menanggulangi potensi penumpukan dan memperluas kapasitas pengelolaan, DLH Jombang menggandeng BUMD Aneka Usaha Seger untuk mengembangkan unit Refuse Derived Fuel (RDF). RDF adalah bahan bakar alternatif hasil cacahan sampah anorganik yang tidak bernilai ekonomis, yang akan dimanfaatkan industri semen.

Unit sorting saat ini mampu mengolah 20 ton sampah per hari, sementara komposting mencapai 2 ton. Dengan RDF, kapasitas pengolahan akan meningkat signifikan dan memperkuat ekonomi sirkular. Rencana uji coba RDF dijadwalkan mulai akhir Mei 2025, dan telah dimulai dengan pengiriman perdana 10 ton RDF ke PT Semen Indonesia di Tuban.

Tak hanya itu, upaya pengurangan sampah dilakukan menyeluruh dari hulu hingga hilir. Edukasi pemilahan sampah di tingkat rumah tangga terus digencarkan melalui bank sampah berbasis RT/RW, disertai pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R) secara bertahap di berbagai wilayah.

Bandar Lampung Tertinggal

Berbanding terbalik, pengelolaan sampah di Kota Bandar Lampung, khususnya di TPA Bakung, justru menuai kritik dan kecaman. TPA tersebut sudah melebihi kapasitas, menampung lebih dari 800 ton sampah per hari tanpa pengolahan memadai.

Dampaknya sangat dirasakan masyarakat sekitar. Air lindi atau limbah cair beracun meresap ke sungai dan mengalir ke Teluk Lampung, mencemari lingkungan dan menimbulkan penyakit seperti gatal-gatal hingga demam berdarah. Pada Desember 2024, Kementerian Lingkungan Hidup bahkan menyegel TPA Bakung karena pencemaran lingkungan parah.

Meski Pemerintah Kota Bandar Lampung mulai menerapkan metode controlled landfill, hingga Maret 2025 baru terealisasi sekitar 65 persen dan belum menyentuh akar permasalahan. Banyak pihak menilai, tanpa terobosan seperti RDF atau pengelolaan berbasis teknologi, krisis sampah di TPA Bakung akan terus berlanjut.

Inspirasi dari Timur untuk Sumatera

Langkah Jombang patut dijadikan contoh bagi kota-kota besar di Indonesia, termasuk Bandar Lampung. Kolaborasi dengan BUMD, pemanfaatan RDF, serta pelibatan masyarakat melalui edukasi dan bank sampah menjadi model inovasi dan keberlanjutan.

Jika tak segera mengambil langkah konkret, Bandar Lampung berisiko semakin tenggelam dalam tumpukan sampah dan derita pencemaran lingkungan. Sudah saatnya Pemkot Bandar Lampung belajar dari Jombang—bahwa sampah bukan hanya masalah, tapi bisa menjadi sumber daya. (***)

Editor Amiruddin Sormin