Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Kasus BLBI Sjamsul Nursalim, Petambak Dipasena Bantah Berutang Rp4,8 Triliun
Lampungpro.co, 10-May-2017

Amiruddin Sormin 3747

Share

BANDAR LAMPUNG (Lampungpro.com): Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa delapan Kepala Kampung se-Kecamatan Rawajitu Timur, Tulangbawang, sebagai saksi di Polda Lampung, Rabu (10/5/2017). Pemeriksaan itu terkait penetapan Syafruddin Arsad Temenggung sebagai tersangka kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) atas penerbitan Surat Keterangan Lunas obligor Sjamsul Nursalim.

Pemeriksaan tersebut, merupakan yang kedua, setelah sebelumnya, pemeriksaan serupa berlangsung Selasa (9/5/2017). "Hari ini kami delapan kepala kampung diperiksa sebagai saksi dari tadi pagi sampai pukul 19.00, belum selesai. Kami diperiksa secara bergilir dan maraton, ada lima penyidik KPK yang hadir di Lampung," Sukismo Kepala Kampung Bumi Dipasena Agung.

Menurut Kepala Kampung Bumi Bumi Dipasena Jaya, Nafian Faiz, kedelapan kepala kampung tersebut diperiksa dalam kapasitasnya sebagai petambak, karena saat itu mereka adalah petambak plasma PT Dipasena Citra Darmaja (DCD). Nafian Faiz menyampaikan hutang Sjamsul Nursalim kepada negara saat itu Rp47 triliun.  

Sedangkan aset yang diserahkan kepada negara Rp18,8 triliun dan Rp28 triliun dalam bentuk aset beberapa perusahaan. Masalahnya, aset yang diserahkan Rp18,8 triliun itu terdapat hutang petambak Rp4,8 triliun di hutang tak tertagih itu.

"Jadi petambak itu dibohongin berkali kali, sudah dibohongi oleh Sjamsul Nursalim dengan hutang yang digelembungkan, terus dibohongi juga oleh PT AWS (Aruna Wijaya Sakti). Hutang petambak yang Rp4,8 triliun akhirnya direstrukturisasi oleh Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang saat itu diketuai oleh Syafruddin Arsyad Temenggung, menjadi Rp1,8 triliun. Masing-masing petambak punya hutang Rp100 juta," kata Nafian.

Saat PT DCD dijual oleh negara ke PT Charoen Phokphan Indonesia melalui anak perusahaan PT Central Proteina Prima (CPP) kewajiban bayar petambak menjadi Rp20 juta. Praktis hutang yang Rp1,8 triliun hanya dibayar oleh PT CPP Rp220 miliar, sehingga Rp80 juta/petambak yang menjadi kewajiban yang harus disiapkan oleh pemenang tender yakni PT CPP, sebagai modal usaha petambak.

Namun hal itu, kata Nafian, tidak dipenuhi. PT CPP dinilai ingkar janji. "Justru petambak dibawa ke bank untuk ngutang lagi, intinya perusahaan inti ini nipu melulu. Nah, penyidik KPK mendalami hutang petambak yang Rp4,8 triliun itu, ada indikasi bodong. Petambak merasa tak mungkin punya hutang sebesar itu, karena petambak merasa sudah melakukan pebayaran kepada pihak inti," kata Nafian yang juga Ketua Perhimpunan Petambak Pengusaha Udang Wilayah (P3UW) Lampung itu. (PRO1) 

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya
TPA Sampah Bakung Disegel, Pemkot Bandar Lampung...

Pemkot Bandar Lampung tak perlu cari TPA baru sebagai...

328


Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved