JAKARTA (Lampungpro.com): Perilaku menyebarkan video atau foto di media sosial seolah menjadi hobi baru masyarakat di era digital. Netizen pun seolah adu cepat beramai-ramai menyebar video atau foto tersebut, salah satunya demi alasan eksistensi.
Yang menjadi persoalan kemudian adalah berita yang disebar tidaklah etis karena memuat video atau foto yang tak layak dilihat seperti tentang kekerasan hingga insiden kecelakaan maut misalnya yang terjadi di tanjakan Emen, Subang, Sabtu (10/2/2018) lalu.
Berikut ini wawancara�Halallifestyle�(Grup Lampungpro.com), dengan psikolog Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi, Senin (11/2/2018), tentang perilaku netizen tersebut terutama bagi anak-anak dan remaja:
- Bagaimana efek/dampak psikologi melihat video kecelakaan maupun kekerasan bagi anak-anak dan remaja?
Dampaknya antara lain dapat menimbulkan kecemasan/ketakutan pada anak dan mengikis sensitivitas anak terhadap korban kekerasan/kecelakaan dan sebagainya karena sudah menjadi hal yang biasa. Anak menjadi kurang berempati pada korban karena menganggap hal tersebut sudah biasa.
- Bagaimana cara mencegah anak/remaja dari melihat video tersebut, yang penuh dengan visual mengerikan. Misalnya korban penuh dengan luka, lebam, hingga anggota tubuh yang terpisah-pisah?
Pantau sosmed atau tontonan TV apa yang dikonsumsi anak/remaja. Hindarkan mereka dari akun-akun yang gemar memosting berita semacam itu atau program berita kriminal di TV.
Budayakan juga share the news, not the video or photos jadi boleh sebarkan beritanya tapi tanpa foto/video tapi pilih beritanya yang edukatif bukan hanya sekedar memberitakan secara vulgar. Misalnya berita tentang kekerasan pada anak, daripada mendeskripsikan detil tentang luka pada anak lebih baik memberitakan bagaimana mencegah agar hal ini tidak terjadi lagi.
- Adakah trauma psikis bagi anak/remaja usai melihat video tersebut?
Bisa jadi, misalnya anak jadi takut naik bis gara-gara melihat berita kecelakaan lengkap dengan foto korban.
- Saat ini mudah sekali bagi seseorang men-share video kecelakaan/kekerasan di media sosial termasuk grup pertemanan, lalu bagaimana sebenarnya secara etika perilaku tersebut?
Kurang etis ya, sebaiknya biasakan memilah mana yang bisa dishare dan pertimbangkan manfaatnya apa dari tindakan share tersebut.
- Bagaimana mengingatkan orang yang melakukan hal tersebut?
Langsung ingatkan saja 'share the news not the video/photo'.
- Orang yang gemar men-share video kecelakaan/kekerasan itu sebenarnya kenapa? Apakah orang seperti itu bisa disebut memiliki gangguan psikis atau mental?
Belum bisa dikatakan gangguan mental karena kebanyakan alasan mereka sendiri juga syok dg beritanya sehingga ingin orang lain juga tahu tanpa memikirkan dampaknya. Ada juga yang ingin dianggap lebih cepat tahu tentang berita apapun.
- Berbahayakah perilaku seperti itu dalam kajian psikologi? jika bahaya, bagaimana cara mengobatinya?
Hanya perlu diingatkan saja. Kebanyakan mereka belum menyadari dampaknya bagi anak-anak. Terkadang maksudnya juga baik supaya tidak ditiru dll, tapi justru dengan menyebarkan dan membuatnya viral bisa membuatnya jadi hal biasa.
Misalnya ada yang menyebarkan video bullying dengan maksud untuk tidak ditiru tapi bagi remaja ini bisa jadi semacam 'reward' karena tindakan tsb jadi viral dan pelakunya terkenal dll. Selain itu juga (perilaku -red) membuat bullying menjadi suatu hal yang biasa terjadi dan akhirnya ada pemakluman. (**/PRO2)
�
�
Berikan Komentar
Sebagai salah satu warga Bandar Lampung yang jadi korban...
4146
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia