BANDAR LAMPUNG (Lampungpro.com): Kepala Pusat Studi Gempa dan Tsunami Universitas Bandar Lampung (UBL), Dr. Any Nurhasanah, meminta semua pihak tidak lengah mengawasi aktivitas dan erupsi Gunung Anak Krakatau (GAK). Terlebih, hingga kini Indonesia belum punya teknologi pendeteksi volcanic tsunami.
"Aktifitas Gunung Anak Krakatau harus terus dipantau. Tsunami tidak dapat diprediksi kapan datangnya. Mirisnya, Indonesia belum memiliki teknologi pendeteksi volcanic tsunami," kata Any Nurhasanah, kepada Lampungpro.com, Senin (24/12/2018).
Volcanic tsunami, kata Any, sangat bergantung aktifitas gunung berapi seperti yang dialami tsunami Selat Sunda, Sabtu (22/12/2018) malam. Kesiapsiagaan masyarakat diperlukan terutama yang tinggal di wilayah pesisir Lampung.
"Apabila pemicunya adalah Gunung Anak Krakatau, tsunami sampai ke Bandar Lampung lebih kurang 60 menit. Waktu ini sebenarnya cukup untuk menyelamatkan diri apabila didukung oleh sistem peringatan dini yang baik. Masyarakat tidak perlu panik, namun tetap waspada," kata Any Nurhanasah yang desertasi doktoralnya menganalisa gempa Liwa, Lampung Barat, itu.
Terkait apakah volcanic tsunami seupa bisa terjadi lagi di Selat Sunda, Any menyebutkan semua tergantung stabilitas tanah dan material hasil erupsi. Dia mengatakan, hingga kini masih ada yang menganggap kejadian Sabtu (22/12/2018) malam adalah gelombang pasang. Bedanya tsunami dengan gelombang pasang adalah tsunami datang dengan cepat dan disertai gemuruh, sedangkan gelombang pasang tinggi gelombangnya naik secara bertahap.
BACA JUGA: Jika Gempa dan Tsunami, Lampung Lebih Dahsyat dari Palu dan Donggala
Dashyatnya tsunami Selat Sunda, kata Any, karena terjadi bersamaan gelombang pasang juga terjadi tsunami. "Karena tidak terjadi gempa, menimbulkan kerancuan antara gelombang pasang dan tsunami. Perlu diketahui penyebab tsunami ada empat yaitu dislokasi dasar laut, longsoran ke dalam laut, letusan gunung berapi di laut, dan jatuhnya benda langit ke laut. Tsunami yang paling banyak terjadi adalah dislokasi dasar laut (tektonik) seperti tsunami Aceh, dan Mentawai," kata Any.
Tsunami kali ini, tambah Any, karena longsoran yang masuk ke dalam laut akibat erupsi Gunung Anak Krakatau. Tanda lain terjadinya tsunami adalah surutnya air laut di pantai, namun tidak semua tsunami didahului oleh surutnya air laut. "Jika di daerah pembangkitan gelombang tsunami membentuk puncak gelombang, maka tidak terjadi surut di pantai," kata Any yang jebolah UGM Yogyakarta ini. (PRO1)
#Berikan Komentar
Kawan, jangan lupakan jalan pulang: jalan rakyat yang dulu...
6440
337
06-Jul-2025
570
06-Jul-2025
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia