BANDAR LAMPUNG (Lampungpro.co): Sidang kasus suap fee proyek Lampung Utara yang melibatkan nama Bupati nonaktif Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara, kembali di gelar di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandar Lampung, Rabu (13/5/2020).
Dalam sidang yang digelar secara online ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK RI menghadirkan 4 orang saksi, untuk dimintai keterangannya. Adapun ke empat saksi tersebut yakni M. Yamin Tohir (pensiunan PNS Lampung Utara), Muhammad Tabroni (rekanan swasta), Rachmat Hartono (mantan ketua DPRD Lampung Utara), dan Wahyu Buntor (Kasubbid Pembukuan BPKA Lampung Utara).
Dalam kesaksiannya, M. Tabroni mengakui pernah menjadi tim sukses dan relawan Agung Ilmu Mangkunegara saat mencalonkan diri di periode pertama. Untuk terdakwa lainnya Tabroni tidak seberapa mengenal Raden Syahril, Syahbudin, dan Taufik Hidayat. Sejak tahun 2015 hingga tahun 2017, Tabroni selalu mendapatkan tawaran proyek pekerjaan dari Taufik Hidayat.
"Tahun 2015 saya pernah ditawari proyek, saat itu Taufik yang menawarkan ke saya proyek siring sawah. Saat menawarkan proyek ke saya pernah disampaikan ada fee. Dia bilang ini ada uang untuk diberikan ke Kepala Dinas PUPR. Saat itu saya tidak kenal namanya. Uang feenya sebesar 20 persen nilainya," kata Tabroni dalam persidangan.
Saat itu, Tabroni merasa ragu lantaran ia tidak mempunyai perusahaan seperti kontraktor. Namun saat itu juga Taufik memberikan pencerahan kepada Tabroni, untuk mencarikan teman yang punya perusahaan. Sehingga nantinya keuntungan bisa berbagi. Hingga akhirnya Tabroni menemukan temannya yang bernama Hendri Karnovi.
"Saya sampaikan ke Hendri ada kerjaan, namun saya tidak ada perusahaan. Setelah itu untuk koordinasi pelelangan dan lainnya saya tidak tahu. Sebab semuanya saya serahkan ke Hendri. Kemudian ada uang fee yang harus diserahkan. Kemudian saya dikasih nomor urut kopelan. Saya dapat ini dari Taufik," ujar dia.
Selanjutnya Tabroni menyerahkan uang fee setelah dapat kopelan di tahun 2015, nilainya Rp40 juta untuk jalan desa dan pembuatan siring di Ketapang. Adapun nilai proyek saat itu semuanya Rp200 juta. Kemudian ada lagi nilai proyek Rp100 juta. Jadi nilai fee Rp20 juta, yang diserahkan kepada Taufik Hidayat. Untuk proyek tahun 2015, Tabroni mendapatkan keuntungan senilai Rp40 juta, sedangkan rekannya Hendri senilai Rp20 juta.
"Tahun 2016, saya mendapatkan tawaran proyek lagi dari Taufik. Ini saya langsung setor, paketnya total nilai Rp600 juta, saat itu setor Rp120 juta. Saya serahkan langsung ke Taufik. Tahun 2016 saya juga menggunakan perusahaan yang sama. Tahun 2017, setor lagi 20 persen dengan nilai pekerjaannya total Rp800 juta secara keseluruhan," jelas Tabroni.
Tahun 2017 lalu, Tabroni menyerahkan fee senilai Rp160 juta. Kemudian untuk proyek tahun 2017, Tabroni untung Rp70 juta. Sedangkan rekannya Hendri pemilik perusahaan untung Rp25 juta. Tahun 2018 tidak ada lagi pekerjaan, karena macet proyeknya jadi ia merasa kapok dan tidak mau lagi. (FEBRI/PRO2)
Berikan Komentar
Saya yakin kekalahan Arinal bersama 10 bupati/walikota di Lampung...
1290
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia