BANDAR LAMPUNG (Lampungpro.com):�Muncul kekhawatiran soal aktivitas polisi yang berpatroli siber di grup-grup WhatsApp (WA) untuk mendapatkan konten hoax. Pemantauan ke grup WA ini menuai kritik. Patroli grup WA itu dinilai sebagai kebijakan antidemokrasi.
Kritikan disampaikan oleh Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar Simanjuntak. Dia menilai patroli grup WA mengganggu privasi, inkonstitusional, bisa dituntut, dan berpotensi menuai tudingan otoriter.
"Saya pikir tindakan seperti ini adalah tindakan pemerintah antidemokrasi. Men-detect grup WA kemudian ruang privasi warga negara. Itu adalah tindakan-tindakan antidemokrasi, bahkan bertentangan dengan UUD '45," kata Dahnil di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (19/6/2019).
Isu patroli siber grup WA ini diawali oleh penjelasan Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Rickynaldo. Latar belakang patroli siber ini yaitu adanya perubahan media penyebaran hoax. Semula, penyebaran hoax dilakukan via media sosial Facebook, Twitter, dan Instagram. Sekarang, penyebaran hoax terjadi lewat grup-grup WA. Penyebaran hoax lewat grup WA berlangsung lebih cepat tanpa terdeteksi.
"Direktorat Siber melakukan patroli cyber ke grup-grup yang sudah terindikasi menyebarkan konten-konten hoax," ujar Kombes Rickynaldo, di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (14/6/2019).
Soal privasi, Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko menyatakan keamanan negara lebih utama. Patroli siber oleh polisi ke grup-grup WA dinilainya wajar. Semua itu demi keamanan negara.
"Kalau kita berpikir untuk keamanan negara, nyawa saja kita berikan, apalagi sekadar privasi, kan begitu. Jadi, dalam konteks yang lebih luas kita lihat lebih baik," ujar Moeldoko di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (18/6/2019).
Moeldoko menyatakan patroli siber itu tidak represif. Soalnya, patroli siber itu dijalankan untuk mewujudkan keamanan negara. Negara tak boleh ragu-ragu mengamankan negara.
"Tidak ada upaya represif dari negara. Negara memikirkan tentang keamanan nasional. Keamanan nasional harus diberikan, karena itu tanggung jawab presiden," tegasnya.
Kasus penyebaran hoax via grup WA ini belum lama terjadi. Yang terbaru, polisi menangkap tersangka yang sama-sama berdomisili di Depok Jawa Barat, 14 Juni dini hari. Konten hoax nya adalah percakapan antara Kapolri Jenderal Tito Karnavian dengan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan yang seolah-olah menyebut kasus Kivlan Zen adalah rekayasa.
Bukan menyadap
Bagaimana cara polisi berpatroli siber ke grup-grup WA? Polisi memberi penjelasan, patroli tidak dilakukan dengan cara diam-diam seperti menyadap. Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra menjelaskan, polisi berpatroli dengan memantau tangkapan layar percakapan WA yang diunggah di media sosial.
"Kita menggunakan WhatsApp itu adalah sebuah capture. Bukan kita langsung mengawasi percakapan di grup itu," jelas Asep di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (18/6/2019).
Ada langkah-langkah yang dijalankan polisi dalam berpatroli siber. Pertama, polisi akan menjalankan langkah pencegahan terlebih dahulu, yakni memantau akun-akun ang menyebarkan konten-konten hoax, kemudian ujaran kebencian, kemudian provokatif, dan berbau SARA. Polisi melakukan sosialisasi dan edukasi terhadap akun yang bersangkutan.
Kedua, bila akun yang sudah dikenai sosialisasi dan edukasi itu tetap menyebarkan konten yang melanggar hukum maka polisi akan melakukan langkah penegakan hukum. Ketiga, Laboratorium Forensik Digital akan menggali secara detail penyebaran konten hoax itu.
Tak semua grup WA
Jika hoax dan ujaran kebencian itu tidak hanya disebar tersangka melalui media sosial, tapi juga grup WA, Polri akan memantau grup WA ini. Di sini lah Polri akan mulai memantau grup WA yang terkait dengan tersangka. Dedi meluruskan bahwa bukan seluruh grup WA akan dipantau Polri, melainkan yang terkait dengan kasus hukum. Ponsel tersangka akan menjadi jalan masuk pemantauan grup WA berisi konten melanggar hukum.
"Jadi nggak ada kita melaksanakan kegiatan patroli WA. Kalau kita melaksanakan patroli WA, nggak mungkin juga. Nggak mungkin juga kita cukup tenaga, cukup teknologi untuk memantau seluruh WA yang dimiliki oleh hampir 150 juta manusia Indonesia yang menggunakan alat komunikasi berupa handphone. Itu 150 juta (orang). Tapi pengguna handphone aktif sekarang ini sudah 330 juta manusia di Indonesia. Artinya satu orang itu lebih dari menggunakan satu atau dua handphone. Itu impossible untuk kita lakukan," sambung Dedi.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara turut berkomentar. Rudiantara menjelaskan pemantauan tersebut bukan seperti patroli yang tiba-tiba mencegat. Patroli hanya khusus dikenakan ke orang-orang yang terindikasi melanggar hukum.
"Patroli yang dimaksud teman-teman Polri yang saya baca itu bukan patroli, bukan sebagaimana patroli tiba-tiba ada jalan, masuk, itu nggak. Itu harus committed terhadap crime," kata Rudiantara saat ditemui wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (19/6/2019). (***/PRO3)
Berikan Komentar
Sebagai salah satu warga Bandar Lampung yang jadi korban...
4140
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia