Sebelas hari setelah aksi besar pada Desember 2016, polisi akhirnya melakukan gelar perkara di Mabes Polri secara terbuka tetapi terbatas. Gelar perkara sempat terbuka untuk umum, tetapi kemudian tertutup pada pukul 09.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB.
Pada saat gelar perkara, kedua belah pihak dihadirkan, baik pelapor atau pun terlapor. Dari pihak pelapor hadir sejumlah ahli, termasuk di antaranya pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab yang lantang dan terus-menerus memimpin aksi massa besar-besaran.
Kompolnas dan Ombudsman juga hadir dalam gelar perkara tersebut. Namun, Ahok tidak hadir dan diwakilkan penasihat hukumnya Sirra Prayuna, serta sejumlah pengacara dan ahli. Ahli dari pihak Ahok bahkan datang dari luar kota.
Gelar perkara akhirnya memutuskan menaikan status Ahok sebagai tersangka. Kasus itu pun berlanjut ke meja hijau. Sidang perdana Ahok berlangsung pada 13 Desember 2016 digelar di bekas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat. Pengamanan superketat pun dilakukan demi menjaga keamanan sidang.
Agenda sidang perdana adalah pembacaam dakwaan Ahok. Ahok didakwa dengan Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP karena diduga menodakan agama. Dakwaan itu ditanggapi kubu Ahok dengan nota keberatan atau eksepsi.
Sidang terus bergulir. Dan pada sidang ke-19 Kamis, 20 April 2017, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Ahok bersalah. Atas nama hukum, Jaksa meminta Majelis Hakim menghukum Ahok 1 tahun penjara dengan masa percobaan selama 2 tahun.
Majelis Hakim kemudian memvonis Ahok 2 tahun penjara. Ahok kala itu dinyatakan terbukti bersalah melakukan penodaan agama karena pernyataan soal Surat Al Maidah 51 saat berkunjung ke Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.
"Menyatakan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan penodaan agama," kata Hakim Ketua Dwiarso Budi Santiarto, Selasa, 9 Mei 2017.
Buni Yani
Buni Yani menjadi salah satu orang yang mengunggah video Ahok. Tak berdiam diri, simpatisan Ahok mempolisikan Buni Yani. Ia pun akhirnya divonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara.
Padahal, JPU menuntut Buni Yani dihukum dua tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider tiga bulan penjara. Buni Yani dijerat pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Buni Yani diduga mengunggah serta menyunting keterangan video mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. Oleh karena itu, pengacara Ahok menggunakan putusan Buni Yani ini sebagai novum atau bukti baru atas Peninjauan Kembali atau PK perkara penistaan agama yang menjeratnya.
Meski pada akhirnya, Majelis hakim yang dipimpin oleh Artidjo Alkostar bulat menolak PK yang diajukan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta itu. "Sudah diputus dengan putusan menolak PK," kata Juru Bicara MA, Suhadi, Senin, 26 Maret 2018. (***/PRO3)
Berikan Komentar
Sebagai salah satu warga Bandar Lampung yang jadi korban...
4177
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia