Konon nama kota Palu berasal dari kata Topalu'e. Artinya, tanah yang terangkat. Gempa dan pergeseran lempeng akibat aktivitas di sesar Palu Koro disebut-sebut membuat dasar laut naik menjadi daratan. Lepas dari benar atau tidaknya kisah tersebut, mungkin nenek moyang kita bermaksud memberikan peringatan. Pun ketika para pendahulu memberikan sebutan Tanah Runtuh untuk sebuah wilayah yang kini berada di Kota Palu. Itu bukan kebetulan belaka.
Dan, ini yang terjadi pada Jumat 28 September 2018: gempa magnitudo 7,4 melanda Sulawesi Tengah. Lindu berpusat di darat, 27 kilometer Barat Laut Donggala dengan kedalaman 10 kilometer.
Kuatnya guncangan merubuhkan rumah-rumah dan bangunan bertingkat. Tak lama kemudian, tsunami bergulung menuju Pantai Talise di Kota Palu, menerjang apapun yang ada di depannya. Tinggi gelombang dilaporkan mencapai 6 meter, melampaui pucuk pohon kelapa dan jauh di atas atap rumah.
Sementara itu, fenomena mengerikan terjadi di Kompleks Balaroa di Kecamatan Palu Barat. Tanah padat yang menopang ribuan rumah warga tiba-tiba menjelma jadi lumpur hitam yang bergerak naik turun. Lumpur yang lemas menelan ratusan rumah dan segala isinya, benda juga manusia. Zainal menjadi saksi saat tempat tinggalnya amblas ke Bumi. Tak lagi punya apa-apa, ia mengaku beruntung nyawanya masih dikandung badan.
Pada Sabtu subuh, pria itu kembali mendatangi Kompleks Balaroa yang nyaris sepenuhnya rata. Ia mencari saudara laki-lakinya yang hilang. Telinganya menangkap jeritan minta tolong dari dalam puing-puing rumah yang amblas ke tanah. "Saya sempat dengar suara minta tolong. Banyak. Ada yang terus-terusan, tapi ada juga yang hanya terdengar sekali lalu hilang," ujar Zainal, Selasa (2/10/2018).
Saat itu, Zainal dan sejumlah warga berhasil menemukan 32 orang yang tertimbun puing-puing. Namun, hanya tiga yang dijumpai dalam kondisi bernyawa, satu di antaranya kemudian meninggal dunia di rumah sakit. Tak jelas bagaimana nasib sang adik dan ratusan orang yang masih terjebak di dalam tanah. Gempa yang melanda Palu, Donggala, dan Sigi sejatinya memberikan banyak pelajaran juga peringatan bagi kita, misalnya tentang lindu di darat yang ternyata bisa memicu tsunami dahsyat.
Orang juga jadi kenal istilah likuifaksi (liquefaction) yang menjelaskan apa yang terjadi di Kompleks Balaroa. Masyarakat pun akhirnya sadar bahwa Indonesia Timur pun rawan gempa.
"Kekuatan gempa bumi di Indonesia Timur lebih besar daripada Indonesia Barat, tapi mengenai risikonya lebih besar di Indonesia Barat" kata Peneliti gempa bumi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Mudrik Rahmawan Daryono, di Gedung LIPI Jakarta Selatan, Selasa (2/10/2018).
Terkait faktor risiko, pembangunan di kawasan barat Nusantara yang lebih pesat dibandingkan dengan di timur jadi alasannya. Dan ternyata, bukan kali ini saja Palu dilanda gempa, juga tsunami.
Berikan Komentar
Saya yakin kekalahan Arinal bersama 10 bupati/walikota di Lampung...
1747
Lampung Selatan
21786
Humaniora
2895
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia