Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Kartini Arbitrase Saptarini: Penyelesaian Hukum secara Arbitrase Jaga Iklim Usaha Berkelanjutan
Lampungpro.co, 22-Apr-2024

Amiruddin Sormin 190

Share

Dr. V. Saptarini. LAMPUNGPRO.CO

Nilai lebih menyelesaikan masalah hukum lewat jalur ini, menurut dia, arbitrase sangat terbuka bagi para pihak namun bersifat tertutup dan rahasia bagi non pihak, sehingga nama baik terjaga dan bebas intervensi pihak yang tidak berkepentingan. Fleksibilitas dalam prosedur, dan persyaratan administrasi, penyelesaian perkara lebih cepat, maksimal 180 hari.

Para pihak dapat memilih atau menunjuk arbiter yang diyakininya menguasai bidang sengketa dan dipercaya dapat memutus dengan adil. Pilihan hukum, forum, dan prosedur penyelesaian juga berada di tangan para pihak. Namun putusannya final dan mengikat.

"Kalau ada pihak yang tidak bersedia melaksanakan putusan secara sukarela, dapat dieksekusi. Tapi untuk perkara yang diselesaikan di BANI, lebih 80% dilaksanakan secara sukarela oleh para pihak tanpa eksekusi pengadilan. Arbitrase akan menjadi pilihan utama untuk penyelesaian sengketa di era revolusi industri 4.0 yang dalam penyelesaian sengketa perlu kecepatan sekaligus kepastian hukum serta bisa mengakomodir multi pihak dari berbagai negara," kata dia.

Biasanya dunia hukum seperti ini identik dengan para pria. Namun wanita kelahiran Semarang ini, menyikapinya dengan biasa. "Karena dari dulu semasa bekerja di perusahaan, lingkungan kerja saya didominasi para pria. Dulu saya pernah bekerja di tambang, perkebunan, refinery, alat berat yang memang identik dengan pria," ujar ibu dengan putri tunggal ini. Berjalan kaki dalam hitungan kilometer mengitari kebun atau pabrik disiang bolong saat panas menyengat, rapat dan bekerja hingga larut malam dijalaninya dengan senang.

Di bidang hukum, dia juga berpengalaman menangani demo yang melibatkan massa. Menurut dia, pria dan wanita hanya berbeda saat di rumah. Suami dan istri berbeda secara fisik dan peran. Memang secara kodrati diciptakan demikian agar berpasangan dan saling melengkapi. Namun dalam bidang kerja perempuan dan laki-laki mempunyai ketaraan sempata. Hanya hingga saat ini ada perempuan yang masih terbelenggu dan merasa terbatas dengan perbedaan itu atau sebaliknya justru memanfaatkan perbedaan itu untuk mendapat dispensasi atau perlakuan istimewa sehingga justru menghambat karirnya.

"Perempuan kan biasa multi tasking sehingga kecerdasan intelektual dan emosi bisa lebih berimbang. Hal yang sangat dibutuhkan dalam penyelesaian perkara. O...iya, untuk arbiter tidak harus dari bidang hukum. Bisa dari teknik, asuransi, teknologi dan lain-lain bidang keahlian yang relevan dengan penanganan perkara. Walau harus memiliki pengetahuan di bidang hukum, tapi tidak wajib sarjana hukum," ujar Mediator bersertifikasi Mahkamah Agung ini.

Ketua Pusat Study CSR Universitas Bandar Lampung serta Inisiator sosiopreneur cafe dan co-working space, bengkel kreasi serta home stay Lubi.co yang dikelola para penyandang disabilitas di Lampung ini, menilai saat ini peluang bagi wanita yang ingin berkarir di bidang arbitrase sangat besar. Pesatnya teknologi informasi mendorong peningkatan kebutuhan akan arbiter yang kompeten. Sekali lagi ia mengingatkan dan kesetaraan dalam pekerjaan antara perempuan dan laki-laki. Di bidang arbitrase ia memberikan contoh beberapa tokoh perempuan Indonesia di bidang arbitrase, Ketua BANI Surabaya, Ibu Hartini, perempuan. Demikian juga Sekjen BANI, Ibu Krisnawenda.

Namun berdasarkan data masih sedikit perempuan yang menjadi arbiter. Data BANI jumlah arbiter perempuan belum mencapai 15%. "Kemudian kita lihat dari luar negeri, dari tulisan Emmy Latifah, di London tercatat 11,5% sementara Singapura di SIAC 25%. The International Chamber of Commerce (ICC) mencatat bahwa pada 2015, presentase jumlah arbiter wanita hanya sekitar 10% dari semua penunjukan dari para pihak yang bersengketa," ujar dia.

Secara umum dia melihat kiprah wanita dalam berkarir dan menduduki posisi strategis di era ini semakin banyak, terutama di perkotaan. Tapi juga tidak sedikit yang masih terbelenggu pada stigma pembatasan gender. Faktor lingkungan juga mempengaruhi.

Dia memberikan tips bagi wanita yang ingin berkarir khususnya di dunia hukum dan arbitrase untuk menguatkan kemandirian dan kemauan untuk belajar. "Kita saat ini sudah dimanjakan teknologi. Mudah sekali untuk menemukan berbagai informasi dan literatur. Banyak membaca, mengasah keahlian dibidang yang ditekuni dibarengi dengan mengasah kemampuan analytical thinking dan critical thinking serta kemandirian sangat diperlukan dalam profesi ini. Aktif mengikuti seminar, diskusi, pelatihan dan kegiatan-kegiatan terkait bidang yang diinginkan akan sangat membantu pengembangan pengetahuan. Yang tidak kalah penting, dari sisi attitude. Selalulah menjadi pribadi yang berintergritas dan dapat dipercaya," pungkas Rini. (*)

Editor: Amiruddin Sormin

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya
Mirza, Petarung Muda di Octagon Pilgub Lampung...

Di antara para kandidat yang telah mengambil formulir pendaftaran...

1160


Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved