BANDAR LAMPUNG (Lampungpro.com) : Presidium Komite Pemantau Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD) Gindha Ansori Wayka meminta Presiden RI Joko Widodo segera menerbitkan peraturan dalam bentuk Perpu atau Peraturan Pemerintah atau juga keppres, terkait penyelesaian ganti rugi lahan proyek nasional Jalan Tol Trans Sumatera. Pasalnya, sejauh ini penyelesaian ganti rugi lahan tol jalan trans tol Sumatera prosesnya dianggap berlarut-larut.
Hal ini dinilai sangat penting dalam rangka penyelesaian sengketa kepemilikan antar masyarakat terkait pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselesaikan sama dengan Pasal 23 dan 38 UU No 2 Tahun 2012 yang hanya membutuhkan 104 (seratus empat hari) persoalan negara menjadi tuntas dan rakyat bisa sejahtera.
Menurut Gindha, terbitnya UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, dan regulasi lainnya belum bisa menjamin perolehan tanah untuk pelaksanaan pembangunan. Bahkan kata dia, dalam Pasal 2 huruf (d) UU No 2 Tahun 2012 dijelaskan Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan berdasarkan asas Kepastian, namun asas ini hanya tinggal di lembaran undang-undang saja.
"Karena setiap proses ganti kerugian yang masih sengketa harus menunggu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht). Pada dasarnya jeritan rakyat di beberapa daerah di Indonesia yang tanah miliknya dilaui Jalur Tol belum dibayar adalah fakta hukum, karena meski negara sudah mengeluarkan dana untuk membebaskan tanah ternyata dananya masih dititipkan di Pengadilan karena ada sengketa," jelasnya.
Hal ini lanjut dia, akibat lemahnya daya jangkau UU No 2 Tahun 2012 itu sendiri, yang tidak secara tegas merumuskan pasal terkait mekanisme penyelesaian sengketa tanah antar warga untuk kepentingan umum. "Seharusnya undang-undang ini diatur mengenai apabila tanah tersebut sengketa kepemilikan antar masyarakat, maka diselesaikan dengan cara cepat dan penyelesaiannya bukan melalui gugatan biasa dan pada umumnya," kata dia.
Dia menjelaskan UU 2 tahun 2012 hanya mengatur mekanisme penyelesaian terkait penetapan lokasi dan mengenai tidak terjadinya kesepakatan mengenai bentuk dan atau besarnya ganti kerugian. "Mekanisme penyelesaian dua masalah di atas cukup cepat apabila ada keberatan penetapan lokasi yakni dengan 30 hari sejak penetapan lokasi harus menyampaikan keberatannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), 30 hari PTUN harus menyatakan menerima atau menolak keberatan, 14 hari pihak yang keberatan mengajukan kasasi, Mahkamah Agung menolak atau menerima keberatan setelah 30 hari permohonan kasasinya diterima," jelasnya.
Begitu juga dengan tidak terjadinya kesepakatan mengenai bentuk/dan atau besarnya ganti kerugian sebagaimana ketentuan pasal 38 UU No. 2 Tahun 2012 proses penyelesaiannya cepat yakni dengan 30 hari sejak ada keberatan soal bentuk dan besaran ganti rugi harus menyampaikan keberatannya ke Pengadilan Negeri, 30 hari. Pengadilan Negeri harus menyatakan menerima atau menolak keberatan, 14 hari pihak yang keberatan mengajukan kasasi, Mahkamah Agung menolak atau menerima keberatan setelah 30 hari permohonan kasasinya diterima.
Sedangkan sengketa kepemilikan di masyarakatnya tidak diatur mekanisme penyelesaiannya, sehingga harus melalui mekanisme persidangan biasa dan umum. Dimana harus melalui sidang di Pengadilan Negeri, banding di Pengadilan Tinggi dan Kasasi di Mahkamah Agung. "Bayangkan dengan proses penyelesaian yang begitu panjang maka butuh berapa tahun bisa diterimanya ganti kerugian hak dari pemilik tanah?, sementara negara telah menggunakan tanah rakyatnya," tegasnya
Menurut dia, seharusnya sengketa kepemilikan antar masyarakat terkait Pengadaan tanah Untuk Kepentingan Umum di antaranya jalan tol harusnya diselesaikan dengan mekanisme yang sama dengan Pasal 23 dan 38 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, karena ini yang paling penting.
"Kita bayangkan perkara jalan tol di Pengadilan Negeri Kalianda Lampung Selatan sudah sejak tahun 2017 hingga hari ini dari puluhan perkara dan tiga perkara yang saya tangani hanya satu yang diputus bandingnya, lalu lawan melakukan kasasi, maka akan semakin panjang waktu yang dibutuhkan, sehingga wajar kalau masyarakat menjerit belum dibayar meski fakta hukumnya nilai ganti kerugian sudah dititip di pengadilan (konsinyasi),"terangnya.(rls/PRO2)
Berikan Komentar
Sebagai salah satu warga Bandar Lampung yang jadi korban...
4139
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia