Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Lampung Utara, Lampung Timur, dan Lampung Selatan Jadi Kabupaten Termiskin Meski Industri Tapioka Tumbuh Pesat
Lampungpro.co, 28-Jun-2025

Amiruddin Sormin 410

Share

Caption Ilustrasi: Petani singkong di Lampung Utara mencabut hasil panen di tengah harga jatuh, April 2025. LAMPUNGPRO.CO

BANDAR LAMPUNG (Lampungpro.co):

Hingga Juni 2025, tiga kabupaten dengan angka kemiskinan tertinggi di Provinsi Lampung adalah Lampung Utara (16,92%), Lampung Timur (13,19%), dan Lampung Selatan (12,57%) berdasarkan data BPS dan BI. Harga singkong yang anjlok sebagai komoditas utama petani—bersama rendahnya teknologi, akses pasar, dan infrastruktur pertanian—berkontribusi besar dalam peningkatan kemiskinan di wilayah ini.

Provinsi Lampung mencatat nilai produksi ubi kayu dan tapioka mencapai Rp10,7 triliun pada 2024, dengan sekitar 67 pelaku industri (besar dan menengah) tersebar di sembilan kabupaten, termasuk Lampung Tengah sebagai pusat dengan 36 industri. Lampung Timur dan Lampung Utara sama-sama memiliki tujuh dan lima industri tapioka skala besar dan menengah, sementara Lampung Selatan juga menjadi daerah sentra walau jumlahnya lebih kecil—sekitar tiga hingga lima pabrik menurut katalog SIINas dan IBS BPS 2024.

Di Lampung Utara, walau ada lima pabrik tapioka besar/menengah, petani di Abung dan Bukit Kemuning tetap menderita karena harga singkong sempat jatuh ke Rp700/kg, jauh di bawah biaya produksi, yang memperburuk kemiskinan struktural. Kelemahan kelembagaan tani dan hubungan dagang langsung ke pabrik—beserta gejolak harga global—membatasi integrasi petani ke rantai nilai hilir.

Lampung Timur, dengan tujuh industri tapioka dan produksi singkong nasional tertinggi, juga tidak mampu melindungi petani kecil; akses modal terbatas dan dominasi tengkulak membuat nilai tukar petani rendah. Turunnya daya beli langsung mempengaruhi konsumsi pokok rumah tangga dan meningkatkan angka kemiskinan rural.

Meski Lampung Selatan memiliki potensi pengolahan ubi kayu, sebagian besar area di Candipuro dan Palas masih menggantungkan diri pada pasar lokal tanpa jaminan harga, sehingga ketika pabrik mengalami penurunan permintaan, pengangguran musiman meningkat. Ketimpangan pendistribusian bantuan dan minimnya program pemberdayaan memperparah kondisi petani meski dekat akses industri.

KLIK DAN BACA BERITA SEBELUMNYA: Temui Menteri Perindustrian, Gubernur Mirza Perjuangkan Harga Gabah dan Singkong Lampung

https://lampungpro.co/news/temui-menteri-perindustrian-gubernur-mirza-perjuangkan-harga-gabah-dan-singkong

Bank Indonesia dan BPS menyimpulkan bahwa gejolak harga singkong memperlebar kesenjangan konsumsi dan menahan pemulihan ekonomi desa. Meskipun Lampung memiliki industri tapioka yang signifikan, kemiskinan di tiga kabupaten ini tak menurun karena sektor hulu belum sepenuhnya terhubung secara adil dengan proses hilirisasi. (***)

Editor : Amiruddin Sormin Laporan : Tim Redaksi Lampungpro.co

#

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya

Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved