Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Mengurai Benang Kusut Tunggakan Pajak Bakso Son Hajisony, Begini Awal Ceritanya
Lampungpro.co, 24-Sep-2021

Amiruddin Sormin 8288

Share

Gerai Bakso Son Hajisony di Jalan Pramuka, Rajabasa, Bandar Lampung, sebelum penyegelan. LAMPUNGPRO.CO/SANDY

BANDAR LAMPUNG (Lampungpro.co): Penghitungan pajak daerah di Kota Bandar Lampung lumrah 'main tembak'. Termasuk pajak restoran yang awalnya 'main tembak' tiba-tiba berubah ketika Pemerintah Kota Bandar Lampung memberlakukan pengggunaan tapping box berdasarkan Perda Kota Bandar Lampung Nomor 6 tahun 2018 tentang Sistem Pembayaran Pajak Daerah Secara Elektronik (E-Billing).


Kepada Lampungpro.co, seorang mantan kepala Unit Pelayanan Teknis (UPT) Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kota Bandar Lampung, mengatakan benih persoalan pajak Bakso Son Hajisony, adalah perhitungan yang tak sesuai antara perkiraan dan realisasi. Mantan kepala UPT ini bersedia membeberkan benang kusut ini kepada Lampungpro.co, dengan catatan tidak disebutkan jati dirinya.

Dia mengatakan, sebelum ada tapping box, semua pajak memang dihitung berdasarkan kesepakatan UPT dan wajib pajak. "Sejak awal Bakso Sony beroperasi pajaknya memang hanya pada kisaran Rp3,5 juta-Rp4 juta. Padahal sebenarnya pajaknya bisa belasan juta," kata dia, Jumat (24/9/2021).

KLIK BERITA SEBELUMNYA: Tak Ada Kejelasan, Pemkot Bandar Lampung Segel Seluruh Gerai Bakso Son Haji Sony

Mantan Kepala UPT yang juga sering menagih pajak ke Haji Sony ini mengatakan biasanya dari Rp4 juta setoran per gerai Bakso Son Hajisony, sekitar Rp500 ribu tidak disetorkan ke kas daerah. "Awalnya semua berjalan lancar, sehingga setiap gerai Bakso Sony, pajaknya dipukul rata hingga Rp4 juta," kata dia.

ASN yang menjabat kepala UPT selama dua tahun ini menyebutkan, semua berubah ketika Pemkot Bandar Lampung memberlakukan tapping box pada 2018. Petugas yang semula bisa kongkalikong dan main mata, mulai berhati-hati memainkan setoran pajak. "Yang awalnya minta setoran lebih, sejak itu tak berani lagi," ujar dia.

Apalagi Wali Kota Herman HN, menempatkan Polisi Pamong Praja (Pol PP) 'mengintip' di semua objek pajak dan menghitung berapa rata-rata pengunjung dan transaksi per hari. "Memang masih ada yang bocor, namun tak separah sebelum ada tapping box," kata dia.

Sayangnya, kata dia, Haji Sony tetap ngotot pembayaran pajak tetap seperti semula, dengan pukul rata tiap gerai. Di sisi lain, Pemkot Bandar Lampung menghitung berdasarkan hasil survei tiap gerai, sehingga menetapkan tunggakan atas potensi tersebut. "Tunggakan ini karena potensi pajak, namun dibiarkan terus menerus menunggak hingga akhirnya membengkak," kata dia.

KLIK BERITA INI JUGA: Seluruh Gerai Disegel, Bakso Son Haji Sony Gugat Hukum Pemkot Bandar Lampung

Berdasarkan angka yang pernah disebut Tim Pengendalian Pemeriksaan dan Pengawasan Pajak Daerah (TP4D) Kota Bandar Lampung, potensi pajak yang seharusnya dibayarkan ke Pemkot Bandar Lampung melalui BPPRD Rp400 juta-Rp500 juta, namun yang dibayarkan selama ini hanya mencapai Rp130 juta. 

Mengapa pajak ini bisa menunggak bertahun-tahun? Dia menyebutkan, umumnya kepala UPT pernah 'kecipratan' sehingga tak berani bertindak. "Rata-rata usia kepala UPT di Bandar Lampung itu hampir memasuki masa pensiun dan tak pernah dirolling sejak era Wali Kota Eddy Sutrisno. Semua pernah kecipratan duit dari setoran pajak Haji Sony," katanya.

Dia mengaku pernah bersitegang dengan Haji Sony saat akan menaikkan pajak Rp500 ribu dari setoran tetap. Namun setelah melakukan berbagai pendekatan, setoran pajak bisa dinaikkan. "Bayangkan saja, menaikkan pajak Rp500 saja lama, apalagi ini mau bayar tunggakan," ujarnya.

Di Bandar Lampung terdapat 20 UPT BPPRD dan hampir semuanya memiliki cabang Bakso Sonhaji Sony. Dia berharap, Pemkot dapat melakukan rolling terhadap petugas BPPRD agar tidak ada lagi hubungan emosi lagi dengan Haji Sony. "Saya juga berharap agar Beliau (Haji Sony, red) kooperatif dengan Pemkot," katanya.

Menanggapi penyegelan 18 gerai Bakso Sonhaji Sony, pada Senin (20/9/2021), pengamat ekonomi Universitas Lampung (Unila) Nairobi mengatakan hal tersebut hanya masalah miskomunikasi. "Pemkot menuntut hak, artinya berdasarkan peraturan daerah jelas bahwa pajak restoran sebanyak 10% dibebankan kepada konsumen. Masalahnya saat ini kan ada salah satu pihak yang merasa berkeberatan," ucap Nairobi, yang juga Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unila itu, Rabu (22/9/2021). 

Menurut dia, pajak restoran diambil dari konsumen, dan dibebankan kepada konsumen itu sudah jelas. "Memang akan memengaruhi nilai, tapi jika dijelaskan saya rasa tidak ada masalah terhadap konsumen. Masalahnya kemudian, mereka memungut tapi lupa menyetor atau memang tidak disetorkan, itu yang jadi masalah," ujar Nairobi.

Dia menyarankan agar kedua belah pihak duduk bersama mencari solusi terbaik. "Kita paham Bakso Sony ini sudah menjadi ikon Lampung, orang kangen datang ke Lampung yang dicari Bakso Sony. Tapi jangan juga karena menjadi perhatian masyarakat ini Bakso Sony melawan keras perda tersebut. Saya rasa langkah Pemkot terkait hal ini jelas, Pemkot memberikan alat sebenarnya itu sudah bagus sebagai catatan bahwa ini bukan hak Bakso Sony, ini hak Pemkot," terangnya. 

Selain itu juga, kata Nairobi, jika permasalahan ini berlarut-larut akan menimbulkan permasalahan baru lagi nantinya. "Ini kan produksi melibatkan masyarakat, karena produksi ini dari hulu sampai hilir pasti banyak yang kena. Sehingga harus dicarikan jalan keluar jangan keras-kerasan. Pajak saja ada pemutihan, ya dicarikanlah solusi untuk permasalahan ini, win-win solution," ungkapnya. (***)

Editor: Amiruddin Sormin, Reportase: Tim Lampungpro.co

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya
Geger Ijazah Palsu, Rismon Hasiholan Sianipar, dan...

Andai ada 10 saja media dan jurnalis yang menjadi...

1258


Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved