Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Politik Uang Marak Jelang Pilkada Serentak, Bawaslu Sulit Jerat Karena Masalah ini
Lampungpro.co, 03-Jul-2020

Heflan Rekanza 640

Share

ilustrasi Pilkada Serentak 2020 | Ist/Lampungpro.co

JAKARTA (Lampungpro.co): Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan mengatakan, bahwa larangan politik uang pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) telah diatur dalam Undang-undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016. Namun, ia mengakui bahwa pada praktiknya penegakan aturan tersebut masih terkendala. "Penegakan hukumnya agak repot ada kendala," kata Abhan dalam diskusi yang digelar secara daring, Kamis (2/7/2020) kemarin.

Menurut Abhan, UU Pilkada menyebutkan larangan praktik politik uang berlaku di sepanjang tahapan. Tidak hanya sebatas tahapan kampanye, masa tenang, maupun hari H pencoblosan. Hukuman atas praktik ini bisa dijatuhkan pada siapapun pihak yang terlibat, tidak hanya pemberi, melainkan juga penerima. Hal itulah yang menurut Abhan justru menjadi kendala dalam penegakan aturan.

Sebab, seandainya penerima politik uang melaporkan pihak pemberi, penerima juga bisa dikenai sanksi. Untuk itu, sulit membuktikan praktik politik uang karena minimnya saksi. "Saksi penerima itu ternyata susah. Karena orang tidak akan mau menjadi saksi sebagai pelapor karena dia sendiri akan kena (sanksi) sebagai pihak penerima," ujar Abhan.

Abhan menjelaskan, sanksi yang dapat dikenakan pada pihak yang terbukti terlibat politik uang bisa berupa pidana maupun sanksi administrasi. Pasal 187A Ayat (1) UU Pilkada menyebutkan bahwa setiap orang yang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 tahun dan paling lama 72 tahun.

Sementara, sanksi administrasi diatur dalam Pasal 73. Abhan mengatakan, sanksi administrasi paling berat ialah diskualifikasi peserta Pilkada. Meski telah secara tegas diatur dalam undang-undang, Abhan menyebut bahwa sulit untuk mengusut praktik politik uang jika hanya mengandalkan laporan dari saksi. Seandainya pada tindak politik uang ada pihak yang bisa menjadi justice collaborator, maka penindakan bisa lebih mudah.

"Persoalannya di UU 10/2016 bisa enggak? Kalau di UU KPK itu ada justice collaborator. Ini yang belum pernah diterapkan selama Pilkada serentak ini. Kalau mengandalkan adanya laporan orang yang terima tentu itu ada persoalan kesulitan," jelas Abhan.(PRO2)

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya
TPA Sampah Bakung Disegel, Pemkot Bandar Lampung...

Pemkot Bandar Lampung tak perlu cari TPA baru sebagai...

329


Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved