Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Fenomena Grup LGBT di Lampung: Alarm Sosial dan Tren Nasional yang Terus Meningkat
Lampungpro.co, 05-Jul-2025

Amiruddin Sormin 361

Share

Anggota DPRD Lampung Syukron Muchtar menyuarakan keresahan publik soal aktivitas grup LGBT dalam sidang paripurna. | ISTIMEWA

BANDAR LAMPUNG (Lampungpro.co): Isu keberadaan kelompok LGBT kembali mengemuka di Lampung, menyusul pernyataan tegas dari Anggota DPRD Provinsi Lampung, Syukron Muchtar, dalam salah satu sidang paripurna belum lama ini. Ia menyebut telah menerima banyak laporan masyarakat dan mention di media sosial terkait keberadaan lebih dari 30 grup Facebook dengan anggota ribuan orang yang secara terbuka menampilkan orientasi seksual sesama jenis.

Temuan ini menambah daftar kekhawatiran masyarakat, setelah sebelumnya sempat viral grup Facebook “Gay Bandar Lampung” yang memiliki lebih dari 11 ribu akun anggota. Konten dalam grup ini bukan hanya soal ekspresi identitas, tapi juga ajakan terbuka yang dinilai menyimpang dan menyalahi norma sosial masyarakat Lampung yang menjunjung tinggi etika keagamaan dan budaya lokal.

Kepolisian Daerah (Polda) Lampung juga telah menyatakan tengah melakukan pemantauan terhadap akun-akun dan aktivitas mencurigakan dalam grup tersebut, sebagai bagian dari langkah preventif menjaga ketertiban sosial di ruang digital.

Namun demikian, fenomena ini tak hanya terjadi di Lampung. Secara nasional, peningkatan eksistensi kelompok LGBT terpantau sejak lima tahun terakhir, terutama di media sosial dan komunitas digital. Lembaga swadaya masyarakat dan riset sosial mencatat setidaknya 3% penduduk Indonesia mengidentifikasi sebagai LGBT, atau sekitar delapan juta jiwa.

Di sisi lain, muncul lebih dari 30 organisasi dan komunitas LGBT di berbagai daerah, seperti GAYa Nusantara di Surabaya yang sudah eksis sejak 1987. Aktivitas mereka mencakup advokasi hak, kesehatan, hingga perlindungan dari diskriminasi.

Sayangnya, pertumbuhan ini dibarengi dengan meningkatnya tekanan sosial dan politik. Sejak 2016, wacana kriminalisasi LGBT mencuat secara berkala dalam berbagai sidang parlemen, termasuk dalam draf Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga yang mengusulkan rehabilitasi bagi pelaku "penyimpangan seksual".

Penolakan terhadap LGBT juga terekam dalam berbagai survei. Lembaga survei internasional Pew Research tahun 2019 menyebut hanya 9% warga Indonesia yang menerima LGBT. Survei LSI 2012 bahkan menunjukkan 80% masyarakat menolak hidup bertetangga dengan individu LGBT. Tingkat penerimaan masyarakat tergolong sangat rendah dibandingkan negara-negara tetangga di Asia Tenggara.

Tak hanya urusan norma, isu LGBT juga berkelindan dengan risiko kesehatan. Data Kemenkes RI menunjukkan bahwa prevalensi HIV/AIDS meningkat signifikan dalam kelompok pria homoseksual, dari 5% pada 2007 menjadi 25% pada 2015. Kondisi ini diperburuk dengan minimnya akses layanan kesehatan akibat diskriminasi dan razia sosial yang kerap terjadi di wilayah urban.

Dengan tren seperti ini, kekhawatiran masyarakat Lampung sebenarnya menjadi bagian dari isu yang lebih luas. Pemerintah daerah dituntut menyikapi secara bijak, dengan tetap menjaga keseimbangan antara norma sosial, hukum, dan hak asasi manusia.

Wacana pembuatan Peraturan Daerah (Perda) Larangan LGBT yang diusulkan legislator Syukron Muchtar pun akan menjadi ujian kebijakan daerah dalam menyikapi dinamika moralitas sosial di era digital. Masyarakat membutuhkan kehadiran negara, bukan hanya sebagai penegak aturan, tapi juga sebagai pelindung atas keresahan publik dan kelompok rentan secara proporsional. (***)

Editor: Amiruddin Sormin

Laporan: Tim Lampungpro.co

#

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya

Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved