Makassar tumbuh sebagai pusat perdagangan karena memiliki pelabuhan alam yang baik, fasilitas gudang yang memadai, serta pasokan air bersih dan makanan bagi para pedagang.
Dari kota ini, terbentuk jaringan perdagangan yang dijalankan pelaut Bugis, Makassar, Mandar, dan Buton menggunakan perahu tradisional seperti Padewakang, Palari, Lambo, dan Lete.
Ia juga memaparkan jalur perdagangan utara selatan dan timur barat. Kopra dari Donggala hingga Polewali dibawa ke Makassar oleh pelaut Mandar dan Bugis.
Bahkan pada masa revolusi, perdagangan kopra sempat menjadi rebutan antara tentara dan gerilyawan sehingga menimbulkan penderitaan rakyat pesisir. Sementara pelaut Buton membuka poros pelayaran Maluku - Jawa - Singapura, dengan pola pelayaran musiman, termasuk praktik penyelundupan (smokol) ke Singapura.
Sementara itu, Dr. Didik Pradjoko membawakan topik Timor dalam Global: Perdagangan Cendana. Ia menekankan bahwa studi maritim mampu mengangkat kembali peran Timor yang selama ini kurang mendapat perhatian dalam historiografi Indonesia.
Dari dua paparan tersebut, tergambar bahwa laut bukan sekadar jalur perdagangan, melainkan juga ruang ingatan kolektif dan arena perjuangan keadilan sosial.
Warisan pemikiran A.B. Lapian tentang historiografi maritim terus hidup dan berkembang melalui kajian baru, menegaskan kembali peran masyarakat Nusantara dalam sejarah perdagangan global.
Berikan Komentar
Para kepala daerah di Lampung punya kesempatan untuk membuktikan...
22086
Tulang Bawang
472
299
25-Sep-2025
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia