BANDAR LAMPUNG (Lampungpro.co): Sidang dugaan adanya pelanggaran yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dilakukan Eva Dwiana-Deddy Amarullah di pemilihan kepala daerah (Pilkada) Bandar Lampung terus berlanjut. Sidang yang digelar di Hotel Bukit Randu kali ini, menghadirkan saksi ahli pihak pelapor M. Yusuf Kohar-Tulus Purnomo yakni Hamdan Zoelva, Kuasa Hukum pelapor Yusril Ihza Mahendra, dan kuasa hukum terlapor M. Yunus secara virtual.
Dalam persidangan, Hamdan Zoelva menilai pihak terlapor paslon 03 Eva Dwiana-Deddy Amarullah, telah melakukan pelanggaran TSM di Pilkada Bandar Lampung. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia ini menyebut hal tersebut, saat menjawab pertanyaan kuasa hukum pelapor Yusril Ihza Mahendra, terkait Pasal 73 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 yang mengatur pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
"Pasal 73 ini tidak bisa memprediksi, bisa saja terjadi yang melakukan pelanggaran bukan petahana. Tapi dia (Suami Eva Dwiana yakni Herman HN) berpidato dimana-mana kalau istrinya maju pilkada, maka diminta tolong untuk dibantu," kata Yusril sebelum bertanya ke saksi ahli.
Kemudian Yusril bertanya ke Hamdan, terkait bagaimana jika Bupati atau wali kotanya tidak maju, tapi yang maju adalah keluarganya. Kemudian orang tersebut membuat kebijakan, baik langsung atau tidak langsung yang menguntungkan keluarganya tersebut, apakah itu bisa masuk dalam TSM.
Setelah itu, Hamdan menjawabnya dengan menerangkan pada Pasal 73 ayat 4 yang berbunyi selain calon atau pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan
melawan hukum, menjanjikan atau memberikan uang, atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung.
"Ini bisa dilihat dari dua perspektif yakni subjek yang melakukan pelanggaran, dari tafsir Pasal 73 dari Pasal 1 sampai 4, subjek yang melakukan pelanggaran adalah calon pasangan calon. Sementara di ayat 4 diperluas subjeknya, bahwa yang melakukan pelanggaran yaitu paslon, anggota partai politik, tim kampanye, relawan atau pihak lain," kata Hamdan.
Kemudian Hamdan menyebutkan, pihak lain ini bisa menyasar siapa saja sehingga pelanggaran yang dilakukan petahana dalam mendukung salah satu pihak masuk kategori pihak lain yang masuk dalam sanksi pembatalan pemilu. Kemudian jika dilihat dari persoalan keadilan dan kesetaraan, tidak boleh ada yang diuntungkan oleh pelanggaran atau penyimpangan yang dilakukan orang lain.
"Prinsip ini juga sejalan dengan Pasal 73, dijelaskan kalau tidak mengcover pihak lain, suatu saat kalau mau nyalon tinggal minta tolong saja ke petahana tanpa ada sanksi apapun. Oleh karena itu, hal ini bisa digunakan kata pihak lain dalam undang-undang tersebut," sebut Hamdan Zoelva.
Selanjutnya Yusril kembali bertanya ke Hamdan Zoelva, apakah dalam sengketa proses yang berjalan di Bawaslu dengan hasil pembatalan calon, juga bisa diterapkan kepada yang bukan petahana. Kemudian Hamdan menjawab bahwa hal tersebut bisa diputuskan dalam sidang Bawaslu.
"Hal ini dikarenakan, pelanggaran yang dilakukan petahana merupakan pelanggaran TSM, yang menguntungkan salah satu calon wali kota. Apalagi tidak perlu lagi dibuktikan, kalau petahana dan calon memiliki hubungan keluarga atau suami istri, bisa dipastikan petahana akan mendukung istrinya. Apalagi dibuktikan fakta di lapangan ada mobilisasi massa, untuk menguntungkan paslon itu," jawab Hamdan. (PRO3)
Berikan Komentar
Saya yakin kekalahan Arinal bersama 10 bupati/walikota di Lampung...
1526
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia