Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Soal Pencalonan Anggota DPD, KPU Diminta Patuh Putusan MK
Lampungpro.co, 15-Nov-2018

Erzal Syahreza 753

Share

Pemilu 2019, MK, KPU, DPD RI, Lampung, Bandar Lampung, Lampungpro.com, Info Lampung, Info Bandar Lampung, Politik

JAKARTA (Lampungpro.com): Pakar hukum tata negara Aulia Kasanova mengatakan, secara hierarki, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) lebih tinggi dibanding putusan Mahkamah Agung (MA) dan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Sebab, putusan MK merupakan terjemahan dari penafsiran Undang-Undang yang kemudian diperbandingkan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu, dalam hal polemik syarat pencalonan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta untuk mengikuti putusan MK.

Hal itu disampaikan oleh Aulia dalam diskusi KPU bersama sejumlah ahli hukum terkait syarat pencalonan anggota DPD, Rabu (14/11/2018). "Kalau untuk memilih tingkatan putusan MA, TUN, atau MK, ya jelas dalam konteks putusan, putusan MK lebih tinggi. MK hadir di era reformasi dan bentuk perjuangan hak konstitusional warga negara," kata Aulia di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat.

"Dan juga putusan MK itu jelas dalam hierarki perundang-undangan lebih tinggi karena dia menerjemahkan penafsiran undang-undang yang kemudian diuji karena ada dugaan bertentangan dengan UUD 45," sambungnya.

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Tangerang itu mengatakan, putusan MK juga bersifat final and binding, yang berarti berkekuatan hukum tetap sejak dibacakan. Putusan MK tentang syarat pencalonan anggota DPD dibacakan pada 23 Juli 2018. Artinya, sejak tanggal tersebut, putusan MK telah diberlakukan. Putusan MK juga bersifat mengikat tanpa terkecuali.

"Putusan MK final dan binding sifatnya, yang jelas, KPU tanpa berdiskusi dengan DPR dan Presiden ketika mengeksekusi putusan itu sudah sah," ujar Aulia.

Aulia melanjutkan, PKPU nomor 26 tahun 2018 yang memuat larangan anggota partai politik mencalonkan diri sebagai anggota DPD, juga tidak berlaku surut. Aturan di dalamnya berlaku untuk tahapan Pemilu 2019, bukan Pemilu 2024.

Namun demikian, ia mengakui, dengan adanya putusan MK, MA, dan yang terbaru putusan TUN yang memerintahkan KPU mencabut Surat Keputusan (SK) Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) yang tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon anggota DPD, membuat KPU menjadi kebingungan dalam mengambil keputusan.

Tetapi, ia menegaskan, dari segi hukum, KPU disarankan untuk menjalankan putusan MK yang memuat larangan anggota partai politik maju sebagai caleg mulai tahapan Pemilu 2019. MA mengabulkan gugatan uji materi PKPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang larangan pengurus partai politik menjadi calon anggota DPD.

Permohonan uji materi itu diajukan oleh Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO). Sebelumnya, KPU mencoret OSO sebagai calon anggota DPD lantaran tidak menyerahkan surat pengunduran diri dari partai politik. OSO dianggap masih tercatat sebagai anggota partai politik.

Menurut putusan Mahkamah Konstitusi (MK), anggota DPD dilarang rangkap jabatan sebagai anggota partai politik. Aturan mengenai larangan anggota DPD rangkap jabatan tercantum dalam putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 yang dibacakan pada Senin, (23/7/2018).

Atas putusan KPU itu, OSO juga melayangkan gugatan ke PTUN. Dalam putusannya, Majelis Hakim membatalkan surat keputusan (SK) KPU yang menyatakan OSO tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon anggota DPD. Hakim juga memerintahkan KPU untuk mencabut SK tersebut. (***/PRO3)

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya
Lampung Dipimpin Mirza-Jihan: Selamat Bertugas, "Mulai dari...

Dukungan dan legacy yang besar, juga mengandung makna tanggung...

24401


Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved