Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Catatan, Jalan-Jalan Protokol Bandar Lampung tak Ramah Bagi Pejalan Kaki dan Wong Cilik
Lampungpro.co, 06-Apr-2021

Amiruddin Sormin 2569

Share

Trotoar Jalan Ahmad Yani, Tanjungkarang Pusat, Bandar Lampung yang tak landai dan terputus-putus. Foto dibidik Selasa (6/4/2021). LAMPUNGPRO.CO/FEBRI

BANDAR LAMPUNG (Lampungpro.co): Kalau tak punya kendaraan pribadi, jangan coba-coba mau jalan-jalan di Bandar Lampung. Selain angkutan umumnya mati suri, jalan-jalan di Bandar Lampung amat tak ramah bagi pejalan kaki. 

Bagi yang nekat jalan kaki di jalan protokol atau jalan permukiman di Bandar Lampung, risikonya cuma dua. Kalau tak diserempet kendaraan, ya kecemplung siring. Sepuluh jembatan layang (flyover) dan satu underpass yang dibangun dengan menelan dana triliunan  rupiah oleh Wali Kota Herman HN selama dua periode memimpin Bandar Lampung (2010-2015 dan 2016-2021), semuanya hanya memanjakan pemilik kendaraan.

Pejalan kaki dan wong cilik yang tak punya kendaraan, belum mendapat tempat menikmati Bandar Lampung secara aman dan nyaman. Kalau pun ada sedikit trotoar di Jalan Ahmad Yani, Tanjungkarang Pusat, konturnya naik turun dan tak landai, sehingga bagi yang jalan-jalan di trotoar itu pakai rok panjang, bisa-bisa keserimpet. Begitu juga jalan trotoar di Jalan Diponegoro menuju Kantor Wali Kota Bandar Lampung.

Jadi, jangan coba-coba pula bagi kaum difabel yang memakai kursi roda atau tongkat jalan-jalan di trotoar Jalan Ahmad Yani ini. Selain di Jalan Ahmad Yani dan Jalan Diponegoro, jangan coba-coba jali-jali di trotoar Bandar Lampung. 

Nyaris tak ada lagi ruang tersisa untuk pejalan kaki. Kalau pun ada sisa sedikit sudah tertutup pedagang kaki lima dan halte Bus Rapid Transit (BRT) Trans Bandar Lampung yang hidup segan mati tak mau. 

Mau naik angkutan umum, lihatlah angkutan kota (angkot) yang karoserinya tak lagi didempul dan dicat dari karat dan korosi. Semuanya mati pajak pula, karena Pemkot Bandar Lampung tak lagi mengeluarkan izin baru dan perpanjangan trayek angkot. 

Mau naik bis kota, sudah tak semudah saat Perum Damri masih diizinkan wara-wiri di Bandar Lampung. Pasalnya, sejak April 2012, Pemkot Bandar Lampung menutup tiga trayek Damri yakni rute Rajabasa-Tanjungkarang, Tanjungkarang-Telukbetung, dan Tanjungkarang-Korpri.

Nasib angkutan umum di Bandar Lampung ini mirip pepatah 'Berharap burung terbang, punai di tangan dilepaskan'. Berharap BRT Trans Bandar Lampung jadi angkutan umum yang nyaman, bus Damri dimatikan. Padahal, bus Damri lah yang sanggup bertahan karena subsidi silang dengan bus antar kota antar provinsi (AKAP). 

Praktis kini, jika ingin cepat bepergian di Bandar Lampung, minimal harus punya sepeda motor. Kalau sudah berkeluarga dan punya anak, berusahalah punya kendaraan roda empat, agar aman dan nyaman berkeliling Bandar Lampung. 

Hancurnya trotoar di berbagai jalan protokol seperti Jalan Radin Inten, Jalan Sudirman, Jalan Diponegoro, Jalan Zainal Abidin Pagar Alam, Jalan Teuku Umar, dan Jalan Sultan Agung, merupakan warisan wali kota sebelumnya. Wali Kota Suharto (2000-2005) dan Wali Kota Eddy Sutrisno (2005-2010), tak menjadikan perbaikan trotoar sebagai prioritas. Kalau pun ada hanya tambal sulam dari yang ada. 

Kerusakan trotoar akibat perubahan fungsi di berbagai jalan protokol dan permukiman di Bandar Lampung, juga luput dari perhatian Wali Kota Herman HN yang fokus membangun flyover. Beban itu kini menumpuk di pundak Wali Kota Eva Dwiana.

Pasangan Eva Dwiana-Deddy Amarullah yang sejak dilantik pada 26 Februari 2021, bertekad ingin mempercantik wajah kota berjuluk Tapis Berseri ini, harusnya memprioritaskan penanganan trotoar dan menghidupkan angkutan massal. Agar Bandar Lampung layak menyandang predikat kota ramah pejalan kaki dan wong cilik

Kota-kota besar di dunia yang banyak dikunjungi wisatawan back paper itu amat ramah bagi pejalan kaki, karena dengan berjalan kakilah keindahan suatu kota dapat dinikmati. Bangun trotoar yang landai agar bisa dipakai kaum difabel berjalan-jalan memakai kursi roda. Memang, menghidupkan kembali trotoar yang hilang selama belasan tahun ini butuh energi dan kesabaran menghadapi yang bakal protes.

Eva Dwiana juga punya beban sejarah untuk menghidupkan kembali angkutan umum massal. Memang aneh, Bandar Lampung yang masuk kategori metropolitan ini, tak memiliki angkutan massal yang memadai. Buang impian dan lupakan BRT yang terbukti gagal jadi angkutan massal. 

Kalau tak punya angkutan massal siap-siaplah suatu saat kemacetan akan makin parah dan Bandar Lampung bukan lagi destinasi wisata yang menarik. Bandar Lampung akan masuk kategori kota mahal, karena kemana-mana harus memakai jasa angkutan online.

Tak perlu gengsi menarik kembali Damri masuk kota. Terlebih di masa pandemi Covid-19 ini, aktivitas bus AKAP Damri dibatasi dan puluhan busnya menumpuk di Pul Damri Rajabasa. Serahkan kembali urusan angkutan massal ke Damri seperti dulu, karena melalui Damri anggaran angkutan perintis dari pusat bisa disalurkan ke Bandar Lampung. (AMIRUDDIN SORMIN-JURNALIS).  

 

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya
Lampung Dipimpin Mirza-Jihan: Selamat Bertugas, "Mulai dari...

Dukungan dan legacy yang besar, juga mengandung makna tanggung...

25116


Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved