BANDAR LAMPUNG (Lampungpro.co): Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta para menteri, pejabat, dan birokrat agar serius menjamin tercapainya tujuan program pembangunan. Permintaan itu juga disertai ancaman. "Bagi yang tidak serius, saya tidak akan memberi ampun. Saya pastikan, pasti saya copot," ujar Jokowi, Selasa (29/10/2019).
Periode pertama pemerintahannya, Jokowi beberapa kali mengulang model ancaman seperti ini. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu pernah mengancam Menteri Pertanian jika tak berhasil mewujudkan target swasembada beras. Target tersebut bahkan diberi batas waktu tiga tahun. Di saat yang lain, Jokowi pernah memberi peringatan pada Menteri Pariwisata, jika tak memenuhi target kunjungan 20 juta wisatawan per tahun.
"Target saya ke Menpar 20 juta. Kalau nggak ketemu 20 juta? Ya dicopot," ujar Jokowi saat pembukaan Rapat Pimpinan Nasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Kamis, (1/12/2016). Sampai masa jabatan periode pertama berakhir, ancaman itu tak terlaksana meski target 20 juta wisatawan tak bisa direalisasi.
Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor mengatakan jangan sampai ancaman presiden tersebut hanya bersifat politis. Pencopotan menteri bukan karena memiliki kinerja buruk tapi lebih disebabkan adanya pertarungan antar elite pimpinan parpol.
"Ada pertarungan politik di level elite dan yang jadi korban adalah menterinya. Mereka belum sempat kerja tapi sudah ada yang rusuh-rusuh di atas, akhirnya terpental," ujar Firman. "Misalnya Kepala Bappenas Andrinof Chaniago. Waktu itu dia tergusur karena banyak kepentingan investor politik."
Karena itu menurut Firman, perlu parameter yang jelas soal evaluasi menteri. Presiden, menurut guru besar riset LIPI itu, layak memberi keleluasaan pada masing-masing menteri untuk mendesain rencana kerjanya. "Menteri susun roadmapnya seperti apa, lalu output dan outcome per semester atau pertahun seperti apa," kata Firman.
"Dari situ kemudian ditetapkan target secara kolektif, antara menteri bersama-sama dengan presiden. Presiden juga bisa dibantu para pakar." Pembahasan kolektif tersebut diperlukan agar jangan sampai parameter capaian yang dipakai menteri dan presiden berbeda-beda.
Parameter yang jelas itu akan memudahkan presiden untuk menilai pembantu-pembantunya. "Kalau kemudian ada gap yang konstan tinggi antara yang diharapkan dengan realisasi itu bisa menjadi alat untuk mengevaluasi. Dari situ bisa direkomendasikan menteri itu bisa melanjutkan tugasnya atau orang lain yang akan melanjutkan," ujar Firman.
Doktor spesialisasi politik Indonesia, lulusan Institute of Arab and Islamic Studies, University of Exeter, Inggris itu pun menyebutkan keberadaan Kantor Staf Presiden (KSP) bisa dioptimalkan presiden untuk membantu melaksanakan evaluasi tersebut. "Presiden bisa langsung evaluasi atau bisa dengan memaksimalkan peran KSP," kata Firman.
Seperti diketahui, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 65 tahun 2015 tentang Kantor Staf Presiden (KSP), salah satu tugas KSP yakni melaksanakan pengendalian program-program prioritas nasional. Dalam rangka tugas tersebut KSP juga dibekali fungsi pemantauan kemajuan program-program prioritas tersebut.
Sepanjang periode pertama pemerintahan Jokowi menurut Firman, KSP lebih banyak melakukan tugas komunikasi politik, dan pengelolaan isu strategis.
"KSP lebih banyak ke eksternal, ketimbang evaluasi internal secara lebih tajam dan keras. Padahal sebetulnya KSP bisa jadi alat carrot and stick bagi para menteri," katanya.
Rezim sebelum Jokowi pernah membentuk Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) untuk mengawasi arah dan kecepatan kerja kementerian. Namun unit yang dipimpin Kuntoro Mangkusubroto ini tidak dilanjutkan di era pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.
Hal ini dipahami karena JK juga pernah menolak unit serupa di masa berpasangan dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di tahun 2004. Saat itu, SBY Unit Kerja Presiden Pengelolaan Program dan Reformasi (UKP3R) pada 2006. JK bahkan mengancam mundur jika unit itu bekerja. Menurut JK penilaian kinerja menteri bisa dilakukan langsung oleh presiden dan wakilnya.
Anggota fraksi PDI Perjuangan di Dewan Perwakilan Rakyat, Hendrawan Supratikno menuturkan perintah presiden pada anggota kabinet Indonesia Maju seperti keseriusan dalam bekerja sudah sangat jelas. Tinggal penjabarannya ke dalam parameter yang terukur harus diperinci.
"Parameternya bisa berupa keberanian melakukan terobosan, memperkenalkan metode baru, memotong mata rantai birokrasi, berorientasi hasil nyata yang dirasakan masyarakat," ujar doktor ekonomi lulusan Vrije Universiteit Amsterdam, Belanda itu.
#Hendrawan pun berpendapat ketimbang bekerja sendirian melakukan evaluasi, Jokowi bisa memanfaatkan KSP yang kembali dipimpin mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia, Moeldoko. "Presiden punya tim termasuk KSP, punya instrumen, punya kewenangan," katanya. (***/PRO3)
Berikan Komentar
Kawan, jangan lupakan jalan pulang: jalan rakyat yang dulu...
6683
Lampung Selatan
637
169
07-Jul-2025
385
07-Jul-2025
222
07-Jul-2025
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia