Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Media Digital vs Mainstream, Layar Sentuh Panglimanya
Lampungpro.co, 24-Apr-2017

Amiruddin Sormin 2550

Share

Jangan-jangan kita sudah di pucuk zaman. Segala yang dikhayalkan film-film Hollywood 40 an tahun lalu atau diramalkan futurolog akhir 1980-an satu per satu jadi kenyataan. Dunia kini selebar daun kelor. Ya, kita bicara era digital.

Inilah era yang menenggelamkan segala yang tidak praktis. Layar sentuh jadi panglima perubahan besar ini. Hilanglah perlahan pemakaian kertas hampir untuk semua lapangan kehidupan. Kata 'less' jadi mantra ampuhnya: paperless, cashless, bankless, branchless...

Begitu pula media massa. Berabad-abad kita dikitari mata rantai panjang sebelum sepotong berita sampai ke pembaca: berita dikirim lewat telegram lalu diolah di bangsal-bangsal redaksi sebelum disirkulasikan melalui labirin pemasaran yang ruwet.

Lembaran lama itu nyaris sepenuhnya tertutup saat ini. Real time world menjanjikan ketergesaan (kredo tunggal wartawan sedunia tapi dijalankan seperti siput) hadir nyata. Seperempat abad lalu, Marshall Mc Luhan memimpikan sebuah dunia serasa desa. Semua terasa amat dekat. Sekat negara hilang. Kanada atau Uganda atau Alaska seolah tetangga dekat.

Mesin pencari dan media sosial, yang dipakai milaran manusia 100% gratis, ujung torpedo revolusi ini. Pelosok bumi mana yang tidak kena terpaannya? Maka, berbarislah pengangguran baru sebagai veteran media konvensional. Januari lalu saja harian terbesar di Inggris, The Guardian, merumahkan 750 editornya. Ribuan wartawannya sudah setahun sebelumnya pensiun dini.

Sejak awal tahun 2000 media massa dunia perlahan menutup tirai bisnisnya. Televisi terbentur time constraint. Media cetak selalu dibayangi space constraint. Tapi media digital terbebas dari semuanya. Batasnya hanya langit.

Tinggal masalahnya media massa mainstream menyiasatinya. Koran besar, majalah ternama, atau stasiun televisi raksasa, yang dulu datang seperti sabda, harus meningkatkan akurasi dan kelengkapan data. Mereka berhadapan dengan ribuan media online yang prodeo dan secepat kilat hadir sedetik setelah peristiwa terjadi, di mana pun dan kapan pun.

Tapi matahari baru segera menyongsong. Lahirlah era media dalam jaringan (daring) alias media digital. Beberapa menyebut media online. Sebatang gawai berbasis android sukses menaklukkan dunia. Ribuan bahkan ratusan ribu media massa hadir di gadget diminta diminta atau tanpa diminta. Situs Radio Garden saja menghadirkan 8.000 stasiun radio

Persimpangan kebudayaan dimulai. Ini berkah atau musibah jika beberagaman informasi justru membuat kita terbelah. Kadang begitu dalam.

Tabik puuun...


Heri Wardoyo
Wartawan Utama

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya

Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved