BANDAR LAMPUNG (Lampungpro.co): Lebih dari satu dekade sejak dana kas daerah (Kasda) Kabupaten Lampung Timur senilai Rp107 miliar ditanamkan secara ilegal di Bank Tripanca, uang rakyat tersebut hingga kini belum sepenuhnya kembali. Sugiarto Wiharjo alias Alay, pemilik Bank Tripanca, divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 18 tahun penjara, namun pengembalian dana masih berjalan lamban.
Bagi rakyat Lampung Timur, dana Rp107 miliar itu tentu amat berharga. Dengan Rp107 miliar, Pemkab Lampung Timur bisa membangun 42,8–71,3 kilometer jalan tergantung jenis dan harga satuan pekerjaan.
Jika dana ini dipakai tepat sasaran untuk memperbaiki jalan rusak berat, hasilnya bisa sangat signifikan, terutama di daerah dengan akses jalan yang masih buruk seperti Lampung Timur.
Apalagi jika mengikuti inflasi rata-rata tahunan inti sebesar 3,47 %, maka dana Rp107 miliar pada 2008 setara sekitar Rp191–192 miliar pada pertengahan 2025 (nilai rupiah setara). Wajar, jika berbagai elemen masyarakat Lampung Timur hingga kini masih menuntut DPRD dan Pemkab Lampung Timur serius menagih dana itu.
Dana itu secara sah milik rakyat Lampung Timur. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1474 K/PID.SUS/2014 menegaskan, Alay dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama mantan Bupati Lampung Timur, Satono, dan Bendahara Umum Daerah saat itu. Dalam putusan itu, Alay dijatuhi pidana tambahan berupa pengembalian uang pengganti kerugian negara sebesar Rp106,8 miliar, yang dinyatakan sebagai bagian dari dana kas daerah Lampung Timur yang hilang.
Kejaksaan telah menyita sejumlah aset milik Alay, termasuk 39 unit gudang dan tanah di kawasan Panjang, Bandar Lampung, yang ditaksir bernilai lebih dari Rp190 miliar. Aset tersebut saat ini dalam proses lelang sebagai bagian dari upaya pemulihan kerugian negara. Namun hingga kini, sisa kewajiban Alay sekitar Rp67,7 miliar belum juga lunas.
Ironisnya, kasus yang terjadi sejak masa kepemimpinan Bupati Satono itu belum mendapat perhatian serius dari Pemerintah Kabupaten Lampung Timur saat ini maupun DPRD setempat. Ketua DPRD Lampung Timur, Rida Rotul A’liyah, hingga kini belum memberikan keterangan resmi soal langkah legislatif untuk mendorong pemulihan dana. Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang diusulkan sejak awal 2025 belum juga terlaksana, di tengah saling lempar tanggung jawab antarlembaga.
“Sampai hari ini tidak ada tindakan konkret. Ini bukan soal audit lagi, tapi soal keberanian moral dan politik untuk menagih hak daerah,” tegas Sopiyan Subing, Ketua Gema P5H yang juga aktif dalam pemantauan kasus ini.
Sementara itu, Alay sendiri kini menjalani hukuman di Lapas dan telah melunasi denda pidana sebesar Rp500 juta, namun proses pengembalian uang pengganti masih dicicil. Pihak Kejari Bandar Lampung telah menjadwalkan lelang ulang aset pada 2024 lalu, namun hasil pastinya belum dipublikasikan secara terbuka.
Hingga kini, warga Lampung Timur masih bertanya-tanya: Kapan uang rakyat Rp107 miliar itu benar-benar kembali ke kas daerah?
Simpang Siur Kas Pemkab Lampung Timur
Semua sangkarut ini bermula pada 2008, ketika Pemerintah Kabupaten Lampung Timur menempatkan dana Kas Daerah (Kasda) sekitar Rp106–107 miliar ke Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Tripanca secara tidak sesuai ketentuan. Dana tersebut macet saat BPR Tripanca kolaps, dan hingga kini belum pulih kembali.
Imbas kasus itu, Sugiarto Wiharjo alias Alay, Komisaris Utama BPR Tripanca, dipidana 18 tahun penjara dalam dua kasus berbeda (Lampung Timur & Lampung Tengah). Dijatuhi kewajiban mengembalikan kerugian negara sekitar Rp106 miliar, sebagian dibayar melalui lelang aset pribadi (hingga 2021 tercatat Rp11 miliar dibayarkan).
Satono – mantan Bupati Lampung Timur yang terlibat dalam penempatan dana secara non-formal (tanpa mekanisme resmi) – ditetapkan sebagai tersangka, sempat buron, kemudian divonis 18 tahun penjara oleh Mahkamah Agung.
Namun Satono meninggal dunia sebelum menjalani proses hukum hingga tuntas. Hingga wafatnya, belum ada kabar ganti rugi atau pemulihan dana dari pihaknya.
Hingga kini, dana Rp107 miliar belum kembali ke Kasda Pemkab Lampung Timur. Pemerintah dan DPRD Lampung Timur mendapat tekanan publik dan dari organisasi seperti IWO untuk menuntaskan pemulihan dan membuka hasil audit.
Proses lelang aset Alay masih berlanjut, namun belum transparan ke publik. Satono sebagai pejabat yang bertanggung jawab tidak bisa lagi dimintai pertanggungjawaban hukum karena telah wafat.
Sementara warga Lampung Timur di berbagai platform media sosial menuntut transparansi dana: “Kami bukan mengemis pada Bupati dan Wakil, kami menuntut tanggung jawab!”
Audit terbuka, termasuk terhadap penggunaan dana pada masa krisis seperti pembelian karbol dan logistik lainnya. Percepatan pembentukan Panja DPRD yang sempat dijanjikan sejak 2023.
Dana Kasda Lampung Timur sebesar Rp107 miliar masih belum pulih. Alay sedang mencicil ganti rugi, Satono sebagai mantan kepala daerah telah meninggal dunia, dan belum ada kepastian kapan dana kembali ke daerah. (***)
Penulis dan Editor: Amiruddin Sormin (Penerima Saidatul Fitriah Award dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung atas tulisan investigasi 'Bank Tripanca Kesulitan Likuiditas' terbit di Halaman 1 Harian Lampung Post, 1 Oktober 2008. Penulis pernah menjadi jurnalis di Lampung Timur).
Berikan Komentar
Bang Amiruddin Sormin namaya. Dari situlah, awal perkenalan kami,...
7337
Kominfo Lampung
538
211
11-Oct-2025
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia