Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Mulang Tiyuh Lebaran, Tradisi Lampung Tempo Doeloe dari Bebaco hingga Bekahadeu, Begini Keunikannya
Lampungpro.co, 27-Mar-2025

Amiruddin Sormin 46491

Share

Prof. Admi Syarif bersama keluarga. LAMPUNGPRO.CO/DOK. PRIBADI

Pagi-pagi naik oplet kuno, Berangkat mudik penuh semangat.

Lebaran datang, hati bergetar, Bebacou Lebaran jadi teringat

BANDAR LAMPUNG (Lampungpro.co): Tak terasa, kita kini memasuki pekan terakhir Ramadan. Pasar-pasar dan terminal mulai ramai dengan warga yang bersiap mudik Lebaran.

Ulun Lampung atau manusia Lampung memang sangat kaya beragam tradisi, ritual, dan upacara adat. Meski dengan berbagai keberagaman adat istiadat, bahasa, Lampung sejak dulu sepakat berhimpun dalam satu semangat Lampung Sai Bumi Ruwa Jurai.

Pada beberapa edisi ke depan, izinkan saya berbagi berbagai kegiatan terkait Lebaran. Berbagai tradisi warisan dalam adat Lampung memang sangat kental dengan pengaruh akulturasi budaya, terutama Islam. Hal ini tampak dari beberapa tradisi yang mereka lakukan, mulai dari tradisi perkawinan, kelahiran, hingga kematian, termasuk perayaan Lebaran.

Sejak kecil, tradisi mudik Lebaran alias mulang tiyuh selalu kami lakukan. Biasanya, keluarga kami memilih untuk mudik setiap kali datang musim Lebaran.

Seminggu sebelum Lebaran, ibunda sudah sibuk menyiapkan berbagai kue seperti dodol ketan, juadah bakkit kering, dan bolu untuk dibawa sebagai oleh-oleh. Kami biasa berangkat seusai sholat subuh, sekitar pukul 04:00 pagi.

Masih teringat, kami mengendarai oplet jip Willys bak kayu buatan 1944 milik Ayahanda Syahmin. Oplet warna kuning yang diberi merek 'Giliran' itu dipenuhi keluarga dan berbagai oleh-oleh seperti gula pasir, garam, sabun batangan, atau sabun mandi Lux.

Biasanya, kami tiba di Bandarjaya, Kabupaten Lampung Tengah, sekitar pukul 06:00 pagi dan singgah sejenak untuk juga membeli oleh-oleh wajib dari Bandarjaya, seperti setelo biru (ubi/mantang) dan labu kuning. Setelah itu, perjalanan dilanjutkan dan berhenti di Sungai Kayu Palis untuk sarapan di pinggir sungai.

Air sungai yang jernih membuat sarapan terasa sangat nikmat sambil mandi dan berenang. Admi kecil saat itu akan sangat bergembira bersama keluarga. Perjalanan kami lanjutkan melewati Menggala, Panaragan, dan biasanya tiba di kampung pada siang atau sore hari.

Betapa senangnya hati ketika tiba, bertemu kerabat dan keluarga besar, bersama menyambut Lebaran. Ibunda mulai membagikan oleh-oleh yang kami bawa, seperti sabun cuci batangan, garam, dan gula putih.

Biasanya, saya langsung berlari menuju sungai untuk mandi di sana. Jelas dalam ingatan, sungai di kampung itu ada kapal bersandar yang berjualan terasi, garam, dan aneka sembako dari Kotabumi.

Kami biasa mulai bersenda gurau melepas rindu sambil berbagi oleh-oleh dan menikmati setelo pajak (mantang/ubi rebus) yang kami beli di Bandarjaya. Keluarga di kampung biasanya datang ke rumah membawa berbagai jenis ikan yang mereka kurung.

Ikan-ikan tersebut biasanya besar-besar, seperti ikan kamal (tomang), gabus, atau jelabat. Saat itu, keluarga biasanya memang berkumpul semua.

Malam tiba, mulailah kami makan malam dengan menu seruit. Lalapannya tentu saja ada umbuk alias rotan muda kesukaan saya. Delan (terasi) nya juga pasti delan Menggala.

Lebaran merupakan saat bagi bujang-bujang (menganai) untuk menunjukkan keseriusannya kepada sang pujaan hati (kehagou) dengan cara bekahadeu. Gadis-gadis (mulei) di kampung biasanya memiliki empat atau lima pacar/kahago, dan semuanya mungkin datang bekahadeu makan bersama saat Lebaran.

Istilah bekehadeu berarti si bujang membawa berbagai bahan makanan lengkap seperti ikan, ayam, atau kambing untuk keluarga gadis. Makanan itu dimasak dan kemudian dimakan bersama semua pacarnya.

Ini unik, karena meskipun memiliki pacar lebih dari satu, mereka semua akur berebut hati sang pujaan hati. Pastinya, seusai Lebaran banyak acara pernikahan atau begawei di kampung.

Salah satu acara begawei yang sangat berkesan bagi saya adalah acara jagondamar dan main bunga. Pada acara ini, bujang gadis yang mendapatkan bunga atau dikalungi selendang, didaulat bernyanyi dan bergembira bersama. Inilah saatnya kita berjumpa dengan sang pujaan hati.

Budaya unik lain saat Syawal adalah Bebaco Lebaran. Bebaco adalah tradisi turun-temurun pada hari Lebaran yang hingga saat ini tetap berlangsung, terutama di kampung-kampung tua.

Bebaco memiliki makna undangan kepada kerabat atau tetangga di kampung (tiyuh) pada Lebaran atau bertepatan dengan 1 Syawal. Bebaco ini diisi dengan doa bersama sebagai wujud syukur. Pelaksanaan bebaco biasanya dilakukan seusai salat Ied oleh jamaah yang berkeliling ke rumah-rumah memenuhi undangan bebaco.

Usai bebaco dan saling mendoakan agar ibadah selama Ramadan diterima Allah SWT, mereka bersilaturahmi, berbicara, mengobrol saling bermaafan, sambil menikmati hidangan khas Lebaran, seperti kue bakkit kering, kue legit, dodol ketan hitam, segubal, hingga opor ayam.

Seminggu setelah lebaran, tiba waktunya kami kembali ke Tanjungkarang. Sebelum pulang banyak kerabat yang datang membawakan berbagai oleh-oleh, ada ayaman tikar, ikan bahkan terkadang mereka membawakan aneka lalapan.

Eratnya ikatan persaudaraan ulun Lampung sangat tampak dalam tradisi bebaco Lebaran pada rumah-rumah di kampung. Budaya bebaco ini dapat dilihat sebagai cara ulun Lampung mengutamakan tetangga atau kerabat terlebih dahulu sebelum keluarga dekat sekalipun. Budaya yang merupakan perwujudan falsafah nengah nyampor ini sangat pantas kita lestarikan dan teladani. {***)

Penulis: Prof. Admi Syarif, PhD (Guru Besar Universitas Lampung asal Tiyuh Gunung Katun, KecamatanTulang Bawang Udik, Kabupaten Tulang Bawang Barat). Editor Amiruddin Sormin

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya

Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved