Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Pabrik Tapioka PT TWBP Diduga Langgar Instruksi Gubernur Lampung, Rafaksi Singkong Capai 43 Persen
Lampungpro.co, 16-Jun-2025

Amiruddin Sormin 541

Share

Petani singkong di Tulang Bawang mendorong truk pengangkut melewati jalan berlumpur. DOK. WARGA

TULANG BAWANG (Lampungpro.co): Pabrik tapioka PT Teguh Wibawa Bhakti Persada (TWBP) di Tulang Bawang diduga melanggar Instruksi Gubernur Lampung Nomor 2 Tahun 2025 terkait pembelian singkong dari petani. Dugaan pelanggaran itu terlihat dari nota timbang milik salah satu petani yang menjual hasil panennya ke pabrik tersebut pada Kamis, 13 Juni 2025.

Dalam nota tersebut, berat bruto singkong tercatat 12.900 kilogram dengan tarra 3.340 kilogram. Setelah dipotong, petani menerima netto 9.560 kilogram. Namun, pabrik menetapkan potongan rafaksi sebesar 43 persen—melebihi batas maksimal 30 persen yang ditetapkan oleh Gubernur Lampung.

Singkong itu dibeli dengan harga Rp769 per kilogram, dan petani hanya memperoleh pembayaran sebesar Rp7.351.640. Padahal sesuai daftar resmi harga pembelian singkong per 13 Maret 2025, harga dasar seluruh kadar pati ditetapkan sebesar Rp1.150 per kilogram dengan rafaksi tertinggi hanya 36 persen untuk kadar pati paling rendah.

Dengan potongan 43 persen, dugaan manipulasi makin kuat karena tidak diiringi transparansi uji kadar pati. Salah satu petani di Tulang Bawang yang enggan disebutkan namanya mengaku kecewa dengan praktik tersebut. Ia menyebut, kebijakan Gubernur Lampung belum sepenuhnya dijalankan oleh pabrik-pabrik besar. “Kami hanya minta keadilan. Kalau memang kadar rendah, tolong tunjukkan bukti uji lab. Jangan hanya catat dan potong seenaknya,” keluhnya.

Sementara itu, Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal sebelumnya mengeluarkan Instruksi Gubernur Nomor 2 Tahun 2025 pada 5 Mei 2025. Instruksi itu menetapkan harga beli singkong sebesar Rp1.350 per kilogram dengan potongan rafaksi maksimal 30 persen, tanpa melalui pengukuran kadar pati atau kadar air secara sewenang-wenang.

Sejak instruksi diberlakukan, sebanyak 27 pabrik sempat menghentikan operasional sementara sebagai bentuk penolakan, termasuk PT TWBP di Lampung Utara yang menutup kegiatan sejak 6 Mei. Meski begitu, Perhimpunan Pengusaha Tepung Tapioka Indonesia (PPTTI) menyatakan seluruh 33 anggotanya siap mematuhi aturan, dengan syarat diberikan waktu penyesuaian sistem digital.

Memasuki pertengahan Mei 2025, tercatat 40 hingga 49 pabrik telah menerapkan instruksi harga dan rafaksi maksimal. Namun masih ada 3–4 pabrik yang belum sepenuhnya mematuhi aturan, bahkan beberapa pabrik besar dilaporkan masih menetapkan rafaksi hingga 40 persen.

Belakangan, sejumlah pabrik kembali beroperasi normal. Gubernur Lampung meminta penerapan harga tetap mengedepankan prinsip keadilan sambil menyiapkan skema tata niaga singkong permanen.

Meski harga resmi ditetapkan Rp1.350/kg, laporan petani di lapangan—termasuk di Lampung Tengah, Timur, Selatan, Utara, Mesuji, dan Tulang Bawang Barat—menyebut harga beli singkong riil masih di kisaran Rp900–Rp1.070/kg. Potongan rafaksi masih sering melebihi 30 persen, membuat pendapatan petani merosot tajam. Di sisi lain, banyak pabrik belum buka penuh, menyebabkan hasil panen petani menumpuk dan tidak terserap optimal.

Hingga pertengahan Juni 2025, kondisi di lapangan menunjukkan bahwa implementasi Instruksi Gubernur belum sepenuhnya efektif. Meskipun terdapat sekitar 40 hingga 49 pabrik yang dinyatakan patuh terhadap ketentuan harga dan batas rafaksi, masih ada 3–4 pabrik yang dilaporkan melanggar aturan.

Bahkan, praktik rafaksi melebihi 40 persen masih ditemukan, menunjukkan lemahnya pengawasan. Harga jual singkong di tingkat petani pun masih berada di bawah ketentuan resmi, yakni kurang dari Rp1.100 per kilogram.

Di sisi lain, distribusi hasil panen mengalami kendala karena sejumlah pabrik belum kembali beroperasi secara penuh, sehingga petani di berbagai daerah kesulitan menjual hasil panennya. Untuk itu, Pemerintah Provinsi Lampung bersama instansi terkait perlu segera melakukan audit terhadap nota timbang pabrik secara menyeluruh dan menindak tegas pelaku industri yang tidak patuh.

Pemerintah juga didorong memperkuat pengawasan pembelian singkong di lapangan melalui kanal pengaduan petani dan pemantauan media sosial. Terutama di grup-grup Facebook komunitas tani di Lampung Selatan, Tengah, Timur, Utara, Mesuji, Tulang Bawang, dan Tulang Bawang Barat.

Selain itu, DPRD Provinsi Lampung diharapkan segera menggelar rapat dengar pendapat dan mendorong pembentukan regulasi tata niaga yang lebih berpihak kepada petani. Tanpa langkah tegas dan cepat, ketimpangan harga dan ketidakadilan rafaksi dipastikan akan terus merugikan petani singkong di daerah sentra produksi. (***)

#

Liputan: Tim Lanpungpro.co

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya

Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved