JAKARTA (Lampungpro.co): Institusi Polri pada 1 Juli 2023 berusia 77 tahun. Memasuki dua setengah tahun kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang mengusung slogan presisi (prediktif, responsibilitas, dan tranparansi berkeadilan) tampaknya masih mengalami ujian berat. Terutama dalam menangani masalah internal dimana anggota Polri melakukan sejumlah penyimpangan melalui penyalahgunaan wewenang, pemerasan, pungli, dan lain sebagainya.
"Penanganan terhadap anggota yang nakal jarang terekspose apabila tidak mencuat ke publik melalui media sosial dan menjadi viral. Akibatnya, transparansi dalam program presisi itu masih jauh dari harapan," kata Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso, dalam siaran pers, Sabtu (1/7/2023).
Masih banyak anggota yang melakukan penyimpangan disembunyikan, ditutup-tutupi bahkan dibela para pelaksana satuan kerja dinbawah Kapolri Jenderal Listyo Sigit. Hal ini, seperti yang terjadi secara nyata pada lima anggota polri di Jawa Tengah yang melakukan pungli terhadap penerimaan calon Bintara Polri tahun 2022 melalui tangkap tangan dari Divpropam Polri.
Awalnya dibela dengan sanksi ringan tapi akhirnya dipecat setelah Kapolri bersikap tegas. Proses penanganannya terhadap kelima pelaku anggota Polri yang melakukan pemerasan dan pungli tersebut sangat tersendat-sendat. Dimana penanganan kode etik dan tindakan pidana "diumpetin" dan tidak dibuka agar uang yang mengalir puluhan miliar tersebut tidak mengarah ke tingkat yang lebih tinggi.
Keterbukaan atau trasparansi baru muncul setelah adanya perintah Kapolri melalui statment kepada publik yang cukup jelas: "pecat" atau proses pidana. Hal itu disampaikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit saat menutup Rakernis SDM Polri di Riau, pada Jumat (17/3/2023) di hadapan peserta rapat yang dihadiri Kapolda Jawa Tengah Irjen Ahmad Luthfi dan Kabid Propam Polda Jawa Tengah.
"Saya sudah perintahkan kepada Kapolda dan Kabid Propam berikan hukuman. Kalau tidak di PTDH, proses pidana. Sehingga tidak ada lagi yang bermain-main dengan masalah ini," ungkap Kapolri.
Dengan statmen itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit menunjukkan transparansinya dalam program presisinya untuk menjawab keingintahuan masyarakat. Namun level bawah Kapolri, seperti Kapolda, Kapolres selalu berkelit untuk tidak transparan kepada publik.
Pada kasus pemerasan dan pungli penerimaan Bintara Polri yang semula dibongkar IPW, Kapolda Jawa Tengah awalnya tidak transparan mempublikasikan kasus yang terjadi oleh anggotanya. Sehingga, penanganan lima anggota Polri yang melakukan pungli bintara Polri di Polda Jawa Tengah berliku-liku dan menjadi polemik di publik dan mengganggu citra Polri. "Apakah mereka dipecat dan pidana dari pelaku Kompol AR, Kompol KN, AKP CS, Bripka Z, dan Brigadir EW itu diteruskan ke proses hukum atau tidak," kata Sugeng Teguh Santoso.
Putusan ini berbanding terbalik dengan penanganan kasus pemerasan oleh Briptu BR di Polda Sulawesi Tenggara yang tertangkap tangan dalam penerimaan calon siswa bintara Polri. Pelaku langsung dipecat dalam sidang kode etik profesi Polri. Jangka waktu pemeriksaan yang dimulai sejak Juni 2022 itu diputus PTDH pada 30 September 2022.
"Pada tataran ini, apa yang didengung-dengungkan Kapolri sebagai program Polri Presisi menjadi "lip service" saja. Namun, setelah Kapolri berteriak, barulah bawahan kemudian bergerak," ujar Sugeng.
Hanya dalam hitungan kurang dari seminggu, para pelaku penerimaan bintara Polri itu dipecat oleh Kapolda Jawa Tengah Irjen Ahmad Luthfi yang diputuskan 20 Maret 2023. Tiga hari setelah Kapolri berbicara di rakernis SDM Polri, 17 Maret 2023,
Padahal sebelumnya, Kapolda hanya memberikan hukuman yang sangat ringan terhadap pelaku yang menciderai institusi Polri tanpa dituntut pidana. Mereka hanya dimutasi ke tempat lain dan mendapat demosi ringan,
Sehingga, dengan adanya pernyataan Kapolri tersebut, masyarakat perlu bukti ada keseriusan Polri dalam melakukan pembersihan di dalam tubuhnya guna melaksanakan tupoksi. Keteladanan dari pucuk pimpinan Polri itu, seharusnya diikuti bawahannya sehingga citra Polri dan kepercayaan publik terhadap Polri tetap terjaga.
Keputusan di Polda Jawa Tengsh yang menghukum ringan pelaku pemerasan penerimaan bintara Polri tersebut, berbanding terbalik dengan penanganan kasus pemerasan oleh Briptu BR di Polda Sulawesi Tenggara yang tertangkap tangan dalam penerimaan calon siswa bintara Polri. Pelaku langsung dipecat dalam sidang kode etik profesi Polri. Jangka waktu pemeriksaan sampai sidang hanya memerlukan waktu empat bulan. Dimulai sejakJuni 2022 lalu diputuskan PTDH pada 30 September 2022.
Oleh karenanya, "memotong kepala ikan yang busuk seharusnya terus dilakukan di institusi Polri lantaran komando dari Kapolri yang menabuh genderang perang terhadap anggota Polri yang melukai Kode Etik Profesi Polri (KEPP) sangat jelas dan tegas: "Pecat dan Pidana".
Namun, kenyataannya saat ini, pungli yang dilakukan lima anggota Polri terhadap penerimaan Bintara Polri di Polda Jawa Tengah, ranah pidananya belum jelas" dan "masih bermain" dalam kata-kata penyidikan yang ditangani Ditreskrimsus Polda Jateng. Akibatnya, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mempraperadilankan Kapolda Jateng Irjen Ahmad Luthfi karena menghentikan proses hukum kelima anggotanya yang melakukan pungli.
Kendati putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Semarang menolak permohonan MAKI karena di dalam KUHAP menghentikan penyidikan harus ada terlebih dahulu tindakan penyidik memulai penyidikannya. Bahkan IPW mendapatkan informasi polisi Polda Jawa Tengah yang terlibat dalam percaloan tersebut belum di PTDH.
Adanya putusan tersebut mengindikasikan bahwa pelaku pungli penerimaan Bintara Polri Tahun 2022 itu masih berproses. Padahal proses itu sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Polri sehingga harus dikomunikasikan kepada masyarakat.
Transparansi penanganan kasus di internal dengan melibatkan anggota Polri yang sangat tertutup terjadi juga di Polda Kalimantan Utara. Bahkan kasus pemerasan yang dilakukan oleh Iptu MK saat menjadi Kasatreskrim Polres Bulungan "dikawal" oleh Kapoldanya, Irjen Daniel Aditya sehingga harus diambil alih oleh Divpropam Polri untuk menanganinya.
Hal ini terjadi setelah adanya kegaduhan pencopotan Kabid Propam Kaliantan Utara, Kombes Teguh Triwantoro yang dicopot oleh Kapolda setelah adanya Laporan Hasil Pemeriksaan dari Iptu MK yang ditangani Propam Polda Kalimantan Utara. Akhirnya Kombes Teguh diaktifkan lagi sebagai Kabidpropam Polda Kalimantan Utara setelah Menkopolhukam Mahfud MD turun tangan.
Pengawalan dari Kapolda Kalimantan Utara itu sangat jelas ketika Iptu MK dimutasi ke Ditintelkam Polda Kalimantan Utara yang mestinya ke Yanma, keistimewaan ini diduga adanya hubungan penangkapan kapal yang diduga melakukan penggelapan BBM dengan meminta uang Rp1,5 Miliar yang mengalir ke Kapolres Tarakan dan Kapolda Kalimantan Utara.
Pada kasus ini, Mabes Polri melalui Divhumas Polri menyatakan Polri membentuk tim dari Itwasum Polri dan Divpropam Polri. Tapi, hingga kini, perkembangan kasus ini tak pernah diekspose ke publik dan Kapolri sendiri tak pernah bersuara perkembangan dari tim Itwasum Polri dan Divpropam Polri. Sementara Kapolda Kaltara dan Kapolres Tarakan masih dipertahankan. Padahal laporan masyarakat dilayangkan ke pihak Divpropam Polri.
Ini merupakan ujian Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bahwa transparansi masih jauh dari harapan. Sehingga, perlu keteladanan dari pemimpin di semua lini satuan kerja untuk melakukan pembersihan di institusi Polri ke depan.
"Keteladanan sebagai abdi nusa dan bangsa ini sangat dibutuhkan oleh setiap insan Polri, untuk melakukan reformasi kultural yang belum menampakkan hasil memuaskan karena masih menonjolnya sikap arogansi, penyalahgunaan kewenangan, dan hedonisme, ujar Sugeng.
IPW juga memberikan catatan terkait kasus kasus tersisa dalam sidang kode etik atas obstruction of justice. Teranyar adalah putusan atas Kompol Chuck Putranto yang dalam putusan banding dibatalkan PTDH-nya hanya dikenakan demosi satu tahun. Terkait materi putusan adalah kewenangan majelis Etik akan tetapi prosedural juga harus ditaati karena putusan tersebut bisa dikatakan cacat prosesural berdasarka waktu seharusnya perkara tersebut diputus menurut Perpol Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Polri. Semestinya selama-lamanya putusan tersebut harus keluar Desember 2022.
Oleh sebab itu, dalam usianya yang 77 tahun, Polri harus mawas diri dengan mengerem anggotanya untuk tidak arogan dan pamer kekayaan. Karena ada institusi lain yang merasa tertinggal dan saat ini berusaha mengajukan perubahan Rancangan Undang-Undang TNI yang meminta bisa masuk di sepuluh lembaga pemerintahan .
"Tidak kalah pentingnya di usia 77 tahun ini, sebagai insan Bhayangkara, Polri yang melayani masyarakat harus mampu berbuat yang terbaik kepada publik. Terobosan program Curhat Jumat dan Polisi RW menjadi penguatan transparansi, informasi dan komunikasi di masyarakat. Disamping juga, bertujuan mendukung kedekatan institusi dengan publik sebagai upaya terciptanya kondusifitas, keamanan dan ketertiban masyarakat. Apalagi, dilakukan menjelang Pemilu 2024," kata dia.
Terobosan ini, akan memengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Polri dan citra Polri di masyarakat. Seperti juga transparansi berkeadilan dalam Polri Presisi yang dijalankan deri tingkat Mabes Polri hingga Polsek-Polsek. Semoga Polri yang berusia 77 tahun semakin bisa mendapatkan kepercayaan publik dgn taat dan setia mewujudkan Tribrata secara konsisten. (***)
Editor
Berikan Komentar
Andai ada 10 saja media dan jurnalis yang menjadi...
1418
Olahraga
13148
Bandar Lampung
6398
Kominfo Lampung
3581
Lampung Tengah
3567
229
19-May-2025
227
19-May-2025
405
19-May-2025
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia