BONN (Lampungpro.com): Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya memaparkan komitmen Indonesia melindungi gambut dan keseriusan pemerintahan Presiden Jokowi-JK, agar bencana Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) tidak terus terulang. Paparan ini disampaikan Siti Nurbaya pada salah satu sesi dalam rangkaian Konferensi Perubahan Iklim (COP UNFCCC) ke-23 di Bonn, Jerman, Rabu (15/11/2017) waktu setempat.
Menurut Siti Nurbaya, Indonesia memiliki lebih dari 26 juta ha lahan gambut, atau lebih dari 12% atau total lahan hutan. Hal terpenting adalah karbon yang dikandungnya, yang diperkirakan mencapai 6 ton per hektar dengan kedalaman 1 cm. Kandungan karbon inilah yang menjadi sumber masalah karena menghasilkan emisi besar saat terbakar.
Namun begitu, apabila dikelola dengan baik maka lahan gambut juga menjadi solusi potensial, terutama dalam konteks mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. "Kami sadar kebakaran hutan dan lahan gambut tidak hanya spesifik untuk Indonesia tapi juga di belahan dunia lainnya,'' kata Menteri Siti.
Indonesia banyak belajar dari kebakaran gambut yang terjadi di Eropa, dan sekarang Indonesia menghadapi tantangan yang lebih besar pada ancaman karhutla, bilamana lengah menjaga kawasan gambutnya yang begitu luas. "Saya ingin meyakinkan anda semua, bahwa Indonesia telah melakukan yang terbaik untuk mengelola karhutla, dengan serius menjaga gambutnya," kata Menteri Siti.
Di antaranya dengan menerbitkan berbagai regulasi melindungi lahan gambut. Penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lahan Gambut, ditujukan untuk mencegah degradasi lahan dan kebakaran pada lahan gambut. Peraturan tersebut ditindaklanjuti dengan pengembangan pedoman teknis yang mencakup sistem deteksi dini, penguatan kelembagaan pemerintah, keterlibatan masyarakat, dan penegakan hukum. "Kami juga menegaskan larangan pembukaan lahan baru di ekosistem gambut, dan praktik pembakaran di lahan tersebut," kata Siti Nurbaya yang juga mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Lampung itu.
Untuk mempercepat pemulihan gambut setelah terjadi kebakaran besar pada 2015, Indonesia mendirikan Badan Restorasi Gambut (BRG). Saat ini programnya melakukan restorasi 2,49 juta hektar, yang mencakup 1,1 juta ha yang akan dilakukan oleh Pemerintah dan mitra kerja, sementara 1,39 juta hektar oleh perusahaan swasta yang relevan. "Pemerintah dan mitra melakukan rewetted lahan gambut hampir 500 ribu hektare," kata Siti.
Perusahaan swasta dengan lahan gambut yang terdapat di areal konsesi perkebunan (HTI), juga diwajibkan meninjau kembali dan merevisi rencana kerjanya sesuai dengan peraturan baru yang dikeluarkan pemerintah. Selain itu juga diatur setidaknya 30 persen unit hidrologi gambut harus disisihkan untuk fungsi perlindungan. Sebagai konsekuensi dari kebijakan ini, perusahaan yang bekerja di lahan gambut harus meninjau keseluruhan rencana bisnis mereka.
Adapun dukungan pemerintah untuk konsesi perusahaan yang didominasi oleh kubah gambut dengan cara: mengoptimalkan pemanfaatan lahan mineral, mengembangkan kerjasama dengan masyarakat desa mengenai kerangka kerja kehutanan sosial, dan menyediakan lahan pertanian menggantikan gambut yang tidak dapat ditanam untuk komersial, kecuali untuk tujuan perlindungan kubah gambut.
Pemerintah juga terus melakukan berbagai upaya peningkatan kapasitas pemadam Karhutla dan kelompok masyarakat, menerapkan hujan buatan dan modifikasi cuaca di daerah rawan Karhutla. Berbagai upaya dan kebijakan pemerintah, berhasil menurunkan jumlah titik api secara signifikan. Berdasarkan data satelit NOAA per tanggal 14 November 2017, jumlah titik api berkurang dari 21.929 (2015) menjadi 3.915 atau berkurang 82% di tahun 2016. Sementara di 2017, titik api tercatat 2.544 atau berkurang hingga 91% dari 2015 sampai 2017.
Indikasi yang sama juga dapat terlihat dari pantauan satelit TERRA NASA. Dimana titik api berkurang hingga 95 persen dari tahun 2015 (70.971 titik api) ke tahun 2016 (3.844 titik api). Sedangkan pada tahun 2017 dibandingkan tahun 2015, berkurang hingga 98 persen (2.320 titik api).
Indikator lainnya adalah luas area yang terbakar, dari 2,6 juta ha pada 2015, menjadi 128 ribu ha di tahun 2017. Artinya luas area Karhutla berkurang hingga 95%. Menteri Siti Nurbaya mengungkapkan, di dalam area seluas 2,6 juta hektare yang terbakar pada 2015, terdapat sekitar 900 ribu ha kawasan hutan gambut. Di 2016, terjadi penurunan drastis lahan gambut yang terbakar, menjadi hanya sekitar 67 ribu ha atau berkurang hingga 93%.
Hingga 14 November 2017, lahan gambut di Indonesia yang terbakar, hanya sekitar 10 ribu hektare atau telah berkurang hingga 99% dibanding2015. Indonesia tercatat berhasil menghindari bencana Karhutla dan asap di tahun 2016 dan 2017, setelah sebelumnya rutin terjadi selama puluhan tahun.
"Agenda restorasi di Indonesia didorong oleh sains dan karena ini adalah upaya global terbesar untuk memulihkan gambut tropis, maka ini akan menghasilkan wawasan dan paradigma baru dalam hal pengelolaan lahan gambut tropis," tegas Menteri Siti. (PRO1)
Berikan Komentar
Saya yakin kekalahan Arinal bersama 10 bupati/walikota di Lampung...
1290
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia