Heri Wardoyo (kiri) dan Bambang Eka Wijaya. LAMPUNGPRO.CO/SUPRIYADI ALFIAN

Wasiat Tulis Buku Biografi 

Pada 28 Februari 2023, saya dipanggil Beliau. "Mas Heri dipanggil Ayah sekarang. Ayah mau cerita banyak. Kemarin pas ke sini kan gak ketemu, bentrok dengan jam cuci darah. Katanya mau kasih tugas juga," pesan Dede Safara Wijaya, putra Beliau 

Saya pun melesat lari. Masih di ruangan VIP 8 RSUDAM, seperti tahun sebelumnya. "Her, mata saya sudah tak lagi bisa melihat. Tapi masih banyak isi pikiran saya. Kamu mau membantu?" Pasti mau, Pak. Lalu dia menyergah cepat, "Kamu sanggup saya tugaskan?" Sanggup! kataku dengan kuat. Dalam hatiku, apa pun akan kulakukan asal beliau tenang hatinya, merasa senang, lalu cepat sembuh.

Perintah apa itu, Pak. Saya mulai tak sabar karena Beliau tampak sejenak berpikir. Saya pun mendekatkan telinga, tapi urung. Suara Beliau masih baik terdengar.

"Saya ingin kamu menulis tentang saya. Tentang jejak kewartawanan saya. Tulis dengan gaya Heri Wardoyo, jangan dengan gaya lain. 150-an halaman saja. Cuma kamu yang saya anggap mewarisi gaya penulisan saya," kalimatnya bergetar.

Titik air di ekor mataku terbit dan cepat kuusap. "Pasti, Pak. Siap, Pak. Izin, saya merekam perintah Bapak ini via telepon." Ya silakan.

Jekrek. Perekaman dimulai. BEW meminta saya memulai buku yang kelak ditulis tersebut dengan cerita saat Beliau wartawan di Medan, Sumatera Utara, lalu diajak Surya Paloh memperkuat Harian Prioritas di Jakarta Pusat sebagai redaktur khusus. Kantornya di kawasan Gondangdia, Cikini, markas DPP Partai Nasdem sekarang.