Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Indonesia Sudah Tak Memiliki Alat Pendeteksi Tsunami
Lampungpro.co, 17-Dec-2017

Lukman Hakim 1223

Share

Lampungpro.com, Portal berita Lampung, Portal Berita Online Lampung, Situs Berita Online Lampung, Berita Online Lampung Terdepan, Berita Online Lampung Terkini, Situs Berita Pembangunan Lampung, Situs Berita Pariwisata Lampung, Situs Berita Pendidikan Lampung, Portal Berita Politik Lampung, Portal Berita Nasional Lampung, Portal Berita Olahraga Lampung, Portal Berita Lampung Terkini, Berita Bisnis Lampung Terdepan, Berita Politik Lampung Terkini, Persiapan Asean Games, Berita Asian Games Terkini

JAKARTA (Lampungpro.com): Indonesia sudah tidak memiliki alat pendeteksi tsunami atau buoy karena seluruhnya rusak sejak 2012. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pascatsunami Aceh, Indonesia mendapat bantuan 22 buoy dari Jerman, namun semuanya tidak berfungsi.

Kerusakan ini membuat petugas BNPB harus mengandalkan sistem manual, yaitu berjaga di bibir pantai untuk mendeteksi gelombang air laut. Ini membuat waktu pencabutan status siaga tsunami menjadi lebih lama. Ini pula yang terjadi menyusul gempa berkekuatan besar yang mengguncang pesisir pantai selatan Jawa, Jumat (15/12/17) tengah malam.

Padahal biaya operasional dan pemeliharaan yang dibutuhkan buoy cukup mahal, mencapai Rp 30 milyar sepanjang tahun, karena buoy harus selalu aktif.�Selain itu, sebagian besar kondisi buoy sudah rusak karena berubah fungsi menjadi tambatan kapal, atau dicuri dan dirusak seperti yang terjadi di perairan Sumatera Barat.

"Kadang sensornya diambil, kadang dikiranya UFO jatuh ke laut, ditarik ke pelabuhan.�Solar cell-nya diambil. Lampunya diambil. Kadang dipakai tambatan kapal untuk jaring ikan. Situasi ini membuat sulit untuk mengkonfirmasi apakah tsunami telah terjadi atau tidak."

BNPB akhirnya hanya bisa menggunakan lima buoy internasional yang letaknya jauh. Ketika gempa mengguncang kepulauan Mentawai tahun lalu, kecilnya potensi tsunami diketahui setelah ada informasi dari buoy di Pulau Cocos, Australia.

Menurut Sutopo, Indonesia hanya mengandalkan beberapa bouy milik negara tetangga seperti India, Thailand, Australia, dan Amerika. Padahal sebagai negara kepulauan dan rentan terhadap bencana gempa dan tsunami, kehadiran bouy sangat penting.�

Ilmuwan Jerman dan Indonesia mulai memasang buoy sistem peringatan dini tsunami di perairan Indonesia setahun setelah gempa berkekuatan 9,1 melanda Aceh dan sekitarnya pada 2004. Gempa itu memicu gelombang tsunami yang kemudian menewaskan lebih 230.000 orang di berbagai negara.

Sistem buoy bantuan dari Jerman lewat lembaga GITEWS ini terdiri dari sensor di dasar laut dan buoy di permukaan laut yang mengirimkan informasi tentang aktivitas gempa dan ketinggian permukaan air melalui satelit ke stasiun-stasiun pengamatan di pantai. Jika semuanya berfungsi, data-data itu akan terkirim hanya dalam waktu 10 menit.

BNPB meminta pihak-pihak terkait, kementerian, lembaga, pemerintah daerah, serta dunia usaha untuk melanjutkan program pengurangan risiko bencana tsunami. Terkait kesiapan pengurangan risiko tsunami ini, ITB sendiri pernah merilis hasil penelitian yang dimuat Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota pada 2011.

Penelitian menyimpulkan, warga kawasan pantai selatan dan Teluk Pelabuhan Ratu tidak siap�menghadapi bencana gempa bumi dan tsunami jika dilihat dari parameter pengetahuan dan sikap, kebijakan, rencana tanggap darurat, sistem peringatan bencana, dan mobilisasi sumber daya.� Ini tentu menyulitkan upaya penyelamatan sejak awal serta mencegah korban jiwa dan potensi kerusakan lebih besar. (**/PRO2)

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya
Eva Dwiana Lanjut, Banjir Bandar Lampung Bakal...

Sebagai salah satu warga Bandar Lampung yang jadi korban...

3776


Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved