Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Tari Kontemporer Dhea Fandari Tampil Memukau di Abhayagiri
Lampungpro.co, 05-May-2017

1677

Share

JOGJAKARTA (Lampungpro.com)-Tarian kontemporer itu diperagakan Ayudhea Ulfandari Tjokrosisosro mampu menghipnotispengunjung yang datang ke Abhayagiri Sumberwatu Heritage Resort Yogyakarta. Sekilas, tampilannya mirip Mystique, mutan berwarna biru yang tampil di film Box Office X-Men Apocalyse. 

Bedanya, di Sumberwatu Heritage Resort, tak hanya dominasi warna biru saja yang terlihat. Ada juga oranye, hijau, ungu dan merah yang ikut membungkus tubuhnya. Full body. Depan, belakang, muka, bahkan sampai bulu mata, semua dibungkus warna warni yang menyala dalam kegelapan.

Gerak gerik badannya seirama dengan alunan musik yang sedikit menghentak. Audience diam. Semua fokus menyimak. Sambil menunggu, apa, dimana, kapan, sensasi yang paling wow, bakal ditonjolkan dari show mono dance itu.

Di tengah guyuran hujan sekalipun, tak ada yang beranjak dari area situs asli Sumberwatu yang sudah berusia 300 tahun.

Dari mulai penggiat dunia maya, owner Sumber Watu Heritage Eris Heryanto, Corporate Marketing Manager Tauzia Group, Tri Yuniarti, perwakilan Mirota, Palupi Candra (Martha Tilaar), Andhu Pakerti (GM Sumber Watu Heritage), Kepala Biro Hukum dan Komunikasi Publik Kemenpar Iqbal Alamsjah, Pejabat eselon 3 Biro Hukum dan Koblik Iyung Masruroh, Sekretaris Kemenpar Ukus Kuswara serta Staf Khusus Menpar Bidang Media dan Komunikasi Don Kardono, semua terlihat terpukau menyaksikan aksi panggung kelas dunia itu. Saya pakai cat glow in the dark sehingga bisa menyala dalam kegelapan, katanya.

Ada lima motif nusantara yang membalut Dhea Fandari saat pentas. Pertama, ada motif kawung, sebuah kebudayaan Jawa yang melambangkan ajaran tentang terjadinya kehidupan manusia.

Berikutnya, ada motif mega mendung yang bermakna Selalu membawa sejuk dan kedamaian. Nomor tiganya motif Tumpal. Setelah itu sekar jagad yang filosofinya memperlihatkan keindahan dunia. Terakhir Mentawai, semua motif Nusantara, katanya.

Lantas mengapa harus motif Nusantara? Bukankah kontemporer itu tanpa batas? Boleh menabrak pakem yang ada? Konteksnya pun out of the box?

1 2 3 4

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya
Geger Ijazah Palsu, Rismon Hasiholan Sianipar, dan...

Andai ada 10 saja media dan jurnalis yang menjadi...

1532


Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved