Geser ke atas
News Ekbis Sosok Halal Pelesir Olahraga Nasional Daerah Otomotif

Kanal

Terciduk Minta Rubicon Untuk Kelola Hutan di Lampung, Dirut Inhutani Jadi Tersangka Usai Kena OTT KPK
Lampungpro.co, 14-Aug-2025

Febri 427

Share

KPK Saat Jumpa Pers OTT Direksi Inhutani | Ist/Lampungpro.co

JAKARTA (Lampungpro.co): Tim Penyidik KPK, menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Direksi PT Inhutani, yang dilakukan pada Rabu (13/8/2025).

Ada pun tiga orang sebagai tersangka yakni Direktur Utama PT Inhutani V Dicky Yuana Rady, Staf Perizinan SB Grup Aditya, dan Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (PML) Djunaidi.

Mereka ditetapkan tersangka atas kasus dugaan suap kerja sama pengelolaan kawasan hutan PT Inhutani V dengan PT PML, salah satunya yang berada di wilayah Lampung yang dimiliki PT Inhutani, yang memiliki hak area di Lampung seluas kurang lebih 56.547 hektare.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan, Direktur Utama (Dirut) PT Inhutani V Dicky Yuana Rady (DIC) dalam kasus tersebut sempat meminta mobil baru jenis Rubicon ke tersangka Djunaidi (DJN) setelah bersekongkol di lapangan golf.

"Jadi saudara DIC ini sempat meminta mobil baru kepada DJN. Kemudian DJN menyanggupi keinginan DIC untuk membelikan mobil baru tersebut," kata Asep Guntur Rahayu saat jumpa pers, Kamis (14/8/2025).

Menurutnya, perkara tersebut bermula dari PT Inhutani V yang memiliki hak area di Lampung seluas kurang lebih 56.547 hektare, yang dikerjasamakan dengan PT PML melalui perjanjian kerja sama yang meliputi wilayah Register 42 (Rebang) seluas sekitar 12.727 hektare, Register 44 (Muaradua) seluas 32.375 hektare, dan register 46 (Way Hanakau) seluas 10.055 hektare.

Namun pada tahun 2018 lalu, ada masalah hukum kerja sama karena PT PML disebut tidak melakukan kewajiban membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) periode 2018-2019 senilai Rp 2,31 miliar.

Selain itu mereka juga tidak membayarkan pinjaman dana reboisasi Rp 500 juta pertahun, serta belum memberi laporan pelaksanaan kegiatan kepada PT Inhutani V perbulannya.

"Lalu pada Juni 2023, berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA) yang telah inkrah atas permasalahan hukum antara PT INH dan PT PML, kerja sama yang telah dirubah pada tahun 2018 antara kedua belah pihak masih berlaku dan PT PML wajib membayar ganti rugi Rp3,4 miliar," ujar Asep Guntur Rahayu.

Namun dengan adanya masalah tersebut, PT PML tetap ingin melanjutkan kerja sama dengan PT Inhutani V, untuk kembali mengelola kawasan hutan berdasarkan perjanjian kerja sama antara kedua belah pihak yang telah diubah pada tahun 2018.

Lalu pada Juni 2024, ferjadi pertemuan di Lampung antara Djunaidi (DJN) selaku Direktur PT PML dan tim yang menyepakati pengelolaan hutan oleh PT PML dalam Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan (RKUPH).

"DJN mengeluarkan uang senilai Rp4,2 miliar untuk pengamanan tanaman dan kepentingan PT INH ke rekening PT INH. Pada saat yang sama, DIC (Direktur Utama PT INH) diduga menerima uang tunai dari DJN senilai Rp100 juta," ungkap Asep Guntur Rahayu.

Kemudian pada November 2024, Dicky menyetujui permintaan PT PML terkait perubahan RKUPH. Dicky juga pada Februari 2025 menandatangani Rencana Kerja Tahunan (RKT) PT Inhutani yang di dalamnya juga mengakomodasi kepentingan PT ML.

Lalu Djunaidi meminta Staf PT PML bernama Sudirman (SUD) membuat bukti setor yang direkap dengan nilai Rp3 miliar dan Rp4 miliar dari PT PML kepada PT Inhutani. Hal itu membuat laporan keuangan PT Inhutani berubah dari merah ke hijau.

Lalu SUD menyampaikan kepada DJN, PT PML sudah mengeluarkan dana Rp21 miliar kepada PT INH untuk modal pengelolaan hutan. Dalam perkara tersebut, KPK turut mengamankan sebagai barang bukti saat OTT uang SGD 189 ribu atau senilai Rp2,4 miliar.

Selain itu, Tim KPK juga mengamankan sejumlah barang bukti berupa uang tunai senilai SGD 189 ribu atau kalau kursnya sekitar Rp 2,4 miliar untuk kurs saat ini.

DJN dan ADT sebagai pihak pemberi, diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan DIC sebagai pihak penerima, diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (***)

Editor : Febri Arianto

Berikan Komentar

Kopi Pahit

Artikel Lainnya
Bro, Pelajaran Apa yang Kau Petik dari...

Para kepala daerah di Lampung punya kesempatan untuk membuktikan...

1215


Copyright ©2024 lampungproco. All rights reserved