KRUI (Lampungpro.co): Perdagangan benur lobster dan lobster ilegal di sepanjang Kabupaten Pesisir Barat dikuasai para aparat, aparat sipil negara, hingga pengurus partai. Hasil penelusuran Lampungpro.co, pada Kamis (19/10/2020), di sepanjang pantai Pesisir Barat setidaknya ada enam titik pengepul.
"Kalau tidak dibeking aparat susah keluar dari sini dan tidak ada jaminan ngak kena di Karang (Bandar Lampung, red) dan Bakauheni. Semua udah ada yang megang," kata Andi nelayan yang ditemui Lampungpro.co di Tanjung Setia.
Titik pengumpulan benur dan lobster ilegal itu berada di Krui, Tanjung Setia, Way Jambu, Marang, Siging, dan Bengkunat. Di lokasi ini, peredaran dan penangpakan benur dan lobster semua dibekingi aparat dari berbagai kesatuan. Di lokasi ini benur dihargai rata-rata Rp4000 per ekor.
Benur dan lobster ini disebut ilegal karena hingga kini tak memiliki Surat Keterangan Asal Benih (SKAB) sebagaimana ketentuan Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia. Selain tak dilengkapi SKAB, benur dan lobster ini bukan hasil kelompok usaha bersama (KUB), sebagaimana diatur Permen 12/2020 tersebut.
Pantauan Lampungpro.co dari Pesisir Barat, penangkapan lobster juga tak mengikuti regulasi Kementerian Kelautan dan Perikanan. Berdasarkan Pasal 2 Permen 12/2020 penangkapan dan pengeluaran lobster dapat dilakukan dengan ketentuan lobster tidak dalam kondisi bertelur. Kemudian, ukurannya di atas 6 cm dan berat di atas 150 gram per ekor untuk lobster pasir (Panulirus homarus).
Namun hasil penelusuran Lampungpro.co di Bandar Lampung, para penjual lobster rata-rata menjual lobster seberat 100 gram. Bahkan tak sedikit yang 50 gram. Menurut Permen KP 12/2020, lobster seberat 100 gram dan 50 seharusnya dilepaskan dan tak boleh ditangkap. "Makanya dimatikan sekalian, agar lobster kecil-kecil ini bisa dijual," kata seorang pedagang lobster di Bandar Lampung.
BACA SEBELUMNYA: Bisnis Benur dan Lobster Ilegal di Lampung, Jual Bebas di Medsos dan Dikawal Aparat hingga Bakauheni
Para pedagang biasanya menjual lobster berukuran 100 gram ini Rp120 ribu/kg. Selain pasar Lampung, lobster ini juga dijual ke Jakarta hingga Surabaya. Menurut para pedagang, lobster asal Lampung banyak diminati di Jawa. Padahal, menurut Penanggungjawab Stasiun Karantina Ikan Bakauheni, Catur S. Udiyanto, lobster asal Lampung belum bisa dilalulintaskan atau diperdagangkan antar wilayah karena tak mengantongi SKAB.
Hingga berita ini diturunkan praktek penangkapan benur dan lobster masih marak. Provinsi Lampung, terutama Kabupaten Pesisir Barat menjadi lokasi penangkapan paling marak. Benur dan lobster tanpa SKAB ini dikirim ke Jakarta melalui Pelabuhan Bakauheni tanpa pemeriksaan petugas Karantina Ikan.
Sejak Permen KP 12/2020 terbut, menurut catatan Lampungpro.co, belum ada penangkapan terhadap bisnis ilegal ini baik di tingkat pengepul maupun di Pelabuhan Bakauheni. Benur lobster asal Lampung ini akan diekspor ke sejumlah negara seperti Vietnam dan China. Di Indonesia, berdasarkan Permen 12/2020 hanya ada lima bandara yang bisa menjadi pintu keluar benih ekspor, yaitu Bandara Kualanamu (Sumatera Utara), Bandara Seokarno-Hatta (Banten), Bandara Juanda (Jawa Timur), Bandara Ngurah Rai (Bali), dan Bandara Sultan Hasanuddin, Sulawesi Selatan. (PRO1)
Berikan Komentar
Saya yakin kekalahan Arinal bersama 10 bupati/walikota di Lampung...
1290
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia