BANDAR LAMPUNG (Lampungpro.co): Maaf, saya bukan ahli pendidikan; cuma punya catatan umum. Izinkan saya memulainya dari buramnya hasil penelitian Elizabeth Pisani (2013) menyebutkan bahwa 85 persen siswa di Indonesia tidak bisa memahami kalimat inti dari sebuah paragraf.
Itu baru problem membaca. Belum lagi soal menulis. Apatah lagi soal berpikir abstrak. Dan di atas itu semua, kemampuan menulis dengan baik di jurnal dan menerbitkan banyak buku.
Tapi edannya, ada ilmuwan yang mampu menulis ratusan tulisan, dengan tema sangat beragam, di jurnal-jurnal internasional berstandar tinggi. Bahkan menulis 70-an buku dengan bahasan yang bikin geleng kepala. Mari berguru kepadanya. Niklas Luhmann namanya, sosiolog multibakat dari Jerman.
Luhmann dikenal karena metodelogi yang sangat produktif yang dikenal sebagai metode Zettelkasten. Cara ini membantu Luhmann menulis lebih dari 600 artikel ilmiah dan 70 buku selama kariernya.
Memang, ada sedikit cendekiawan yang nyaris seproduktif itu. Bedanya, Luhmann menulis dengan lintas disiplin ilmu yang mencengangkan. Amat beragam. Dari sosiologi sampai ilmu percintaan. Dia membuat telaah menarik tentang biologi juga mendalami matematika. Bahkan, Luhmann menguasai pula ilmu komputer yang rumit itu.
Dalam wawancaranya dengan Wolfgang Hagen, Luhmann mengatakan dia tidak pernah menulis dengan komputer atau laptop atau tablet. Luhmann hanya memakai pena, kertas, dan mesin ketik.
Hagen penasaran. "Bagaimana Anda mampu menerbitkan begitu banyak karya, menerjemahkan artikel dan buku dari lusinan ilmu pengetahuan?" Luhmann menjawab, “Sebagian besar pekerjaan terjadi di Zettelkasten saya. Saya berutang produktivitas kepada metode khusus ini.”
Zettelkasten merupakan sistem manajemen catatan yang mengandalkan dua elemen kunci; kertas ukuran A6 untuk mencatat dan rak kecil untuk menyimpannya, kemudian disusun dalam sistem hypertext.
Super simpel. Selebihnya adalah rutin plus ketekunan. Buahnya jelas, gerojokan ilmu mengalir tanpa henti, sumur ide anti-kering.
Sistem ini memberi Luhmann keleluasaan. Dia menyusun catatan sesuai dengan kebutuhannya dan menemukan catatan tanpa kesulitan. "Ini istana memori saya," katanya.
Separuh hidup Luhmann dan University of Bielefeld jadi saksi mata air beragam ilmu yang menyembur lalu mengalir sebagai sungai pengetahuan yang diakui dunia--karena Zettelkasten.
Bagaimana metode ini dikerjakan? Pertama, buat catatan. Saat membaca atau meneliti, Luhmann membuat catatan kecil tentang ide-ide penting, konsep, atau kutipan menarik. Kedua, menghubungkan catatan. Setiap catatan punya nomor unik dan dikaitkan dengan catatan lainnya. Terciptalah jaringan hiperteks yang memungkinkan navigasi cepat dan mudah.
Ketiga, pakai catatan. Ketika menulis, Luhmann enteng sekali mengakses catatan yang relevan. Dia menggunakannya untuk mendukung argumen atau untuk memercikkan ide-ide baru.
Zettelkasten melahirkan efisiensi. Dengan sistem ini, Luhmann bekerja pada beberapa manuskrip secara bersamaan tanpa menghadapi blok mental. Misalnya bingung atau hilang fokus. Makanya kreativitas Luhmann meluncur lancar. Cara ini mendorong kombinasi tidak terduga dari ide-ide yang berbeda, yang sering menghasilkan pemikiran kreatif.
Bukan cuma itu. Tanpa disadari, ada pemeliharaan pengetahuan. Barisan kartu catatan ini tetap relevan dan bisa digunakan kembali dalam berbagai konteks.
Zettelkasten meletupkan keajaiban demi keajaiban. Siapa pun bisa menjajal dengan catatan sederhana. Mulailah membuat catatan kecil dan fokus pada ide-ide utama.
Kemudian, susun catatan dengan rapi. Gunakan sistem penomoran atau tag demi mudahnya pencarian dan menarik hubungannya. Teruslah begitu secara konsisten. Lakukan pencatatan secara rutin dan gunakan catatan-catatan tersebut saat menulis atau melakukan penelitian.
Metode Zettelkasten benar-benar cara efektif meningkatkan produktivitas dan kreativitas dalam pekerjaan pengetahuan.Mari kita adaptasi metode Zettelkasten di Lampung, untuk siswa dan mahasiswa, juga guru serta dosen.
Anggaplah kita semua yang "mengamalkan" sistem ini sebagai murid. Ajarkan siswa bagaimana membuat catatan yang terstruktur dengan baik. Misalnya, saat membaca atau mendengarkan pelajaran, mereka dapat membuat catatan kecil dengan informasi penting dan menghubungkannya dengan konsep lain yang relevan.
Buatlah sesi pelatihan tentang cara membuat dan mengelola catatan menggunakan kartu atau slip kertas. Ini membantu siswa menyusun ide-ide mereka dengan sistematis.
Jangan lupa cara penggunaan kartu catatan. Kita dorong siswa memakai kartu catatan (index cards) untuk mencatat informasi penting dari berbagai mata pelajaran. Setiap kartu harus memiliki nomor unik dan kategori.
Pihak sekolah mesti juga menyiapkan kartu catatan dan kotak penyimpanan. Satu siswa satu kotak penyimpanan. Kecil saja.p Ajarkan mereka cara mengorganisasikan kartu sesuai dengan topik atau tema.
Guru wajib mengajarkan siswa cara menautkan informasi dari berbagai mata pelajaran. Misalnya, mereka dapat menghubungkan konsep dari matematika dengan konsep sains. Buatlah proyek kolaboratif di mana siswa harus mengaitkan konsep dari berbagai mata pelajaran dan menyajikannya dalam bentuk diagram atau peta konsep.
Terakhir, pengulangan dan revisi. Wajibkan siswa secara teratur mengulang dan merevisi catatan. Ini membantu mereka mempertahankan informasi dan memahami hubungan antarkonsep.
Saban minggu, jadwalkan sesi tinjauan mingguan di mana siswa harus memeriksa dan memperbarui catatan mereka.
Penggunaan Teknologi
Last but not least, manfaatkan teknologi untuk mendigitalkan proses Zettelkasten. Ada aplikasi dan perangkat lunak yang dapat membantu siswa membuat dan mengelola catatan digital. Perkenalkan aplikasi catatan digital seperti Notion, Evernote, atau Obsidian kepada siswa dan ajarkan cara menggunakannya untuk membuat Zettelkasten digital.
Andaikan Zettelkasten adalah hulu, metode ini menghasilkan lompatan ilmu di hilirnya kelak. Dengan pembiasaan di sekolah atau kampus, siswa pasti mampu menghubungkan konsep-konsep yang mereka pelajari. Kita segera melihat meningkatnya pemahaman, mendorong kreativitas plus jiwa kritis.
Di sisi lain, akan ada peningkatan retensi informasi. Pengulangan dan revisi catatan secara teratur membantu siswa mengingat informasi lebih tajam.
Tanpa disadari, akan ada pengembangan keterampilan belajar mandiri. Siswa pun belajar mengelola informasi dan pengetahuan mereka sendiri, juga meningkatkan keterampilan belajar mandiri.
Jangan terlalu tergantung dengan mesin pencari atau robot AI, konon bisa menumpulkan daya kritis. Ciptakan sejarah dari sini, dengan cara ini.(***)
Penulis: Heri Wardoyo (Dewan Redaksi Lampungpro.co).
Editor Amiruddin Sormin
Berikan Komentar
Andai ada 10 saja media dan jurnalis yang menjadi...
2607
Bandar Lampung
7701
Lampung Tengah
4727
Bandar Lampung
3926
142
21-May-2025
Universitas Lampung
Universitas Malahayati
Politeknik Negeri Lampung
IIB Darmajaya
Universitas Teknokrat Indonesia
Umitra Lampung
RSUDAM Provinsi Lampung
TDM Honda Lampung
Bank Lampung
DPRD Provinsi Lampung
DPRD Kota Bandar Lampung
DPRD Kota Metro
Pemrov Lampung
Pemkot Bandar Lampung
Pemkab Lampung Selatan
Pemkab Pesisir Barat
Pemkab Pesawaran
Pemkab Lampung Tengah
Pemkot Kota Metro
Pemkab Mesuji
Pemkab Tulangbawang Barat
Suaradotcom
Klikpositif
Siberindo
Goindonesia